| 431 Views
UKT Semakin Mahal, Nasib Generasi Semakin Terjal

Oleh : Sri Lestari, ST
Benar-benar menyayat hati ketika generasi disapa dengan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang melambung tinggi. Impian generasi untuk meraih cita-cita sepertinya akan sirna. Kenaikan UKT yang kian mahal, saat ini menuai aksi protes dari mahasiswa. Mereka berharap pihak rektorat dan pemerintah meninjau kembali kenaikan UKT dan berharap kebijakan yang dibuat pro rakyat.
Riuhnya gelombang kritik UKT yang melambung tinggi, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie merespons kritikan ini. Tjitjik menyebut biaya kuliah harus dipenuhi oleh mahasiswa agar penyelenggaraan pendidikan itu memenuhi standar mutu.
Tjitjik menyebut pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa gratis seperti di negara lain. Sebab, bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) belum bisa menutup semua kebutuhan operasional. Tjitjik juga menyebut pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier atau pilihan yang tidak masuk dalam wajib belajar 12 tahun. Pendidikan wajib di Indonesia saat ini hanya 12 tahun yakni dari SD, SMP hingga SMA.
"Dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan," ujar Tjitjik di Kantor Kemendikbud, Rabu (16/5/2024). CNNIndonesia.
Semakin mahalnya UKT tentu menjadi kabar buruk bagi rakyat. Bagaimana tidak, ditengah sulitnya ekonomi rakyat disapa dengan mahalnya UKT yang semakin mencekik rakyat. Jika kita teliti secara mendalam, kenaikan UKT dapat berakibat fatal pada pendidikan. Mahalnya UKT membuat masyarakat sangat sulit dalam mengakses pendidikan. Jika kebijakan ini dibiarkan, dalam jangka panjang negeri ini akan kekurangan generasi terdidik yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa. Kebijakan ini sangat berpotensi, negeri ini menjadi jajahan negeri lain karena krisisnya sumber daya manusia.
Mahalnya biaya pendidikan tidak terlepas dari tata kelola pendidikan yang liberal dan kapitalistik. Pendidikan hari ini seolah menjadi barang komoditas yang diperjualbelikan untuk meraup keuntungan. Alhasil pendidikan hanya bisa dinikmati oleh kaum elit saja. Siapa yang memiliki uang maka akan mendapatkan kualitas pendidikan terbaik. Sebaliknya jika tidak memiliki uang maka tidak dapat menikmati pendidikan.
Pandangan bahwa pendidikan adalah kebutuhan tersier memperlihatkan bahwa negara berlepas tangan dalam memfasilitasi pendidikan. Pendidikan tidak menjadi kebutuhan pokok bagi rakyat. Sehingga tidak semua rakyat dapat menikmati pendidikan. Cita-cita untuk melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dengan dunia internasional seolah hanyalah angan-angan belaka.
Untuk melahirkan generasi yang cerdas dan berkualitas tidak terlepas dari peran negara dalam memfasilitasi pendidikan. Nasib generasi akan menjadi gemilang juga tidak terlepas dari peran negara. Negara sangat andil dalam mencetak generasi untuk melanjutkan kepemimpinan negara melalui pendidikan. Dalam Islam negara berperan sebagai menjaga dan mengurus rakyat. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya " (HR. Al Bukhori).
Dalam Islam pendidikan adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Setiap warga negara baik laki-laki maupun perempuan harus mengenyam pendidikan. Kesempatan pendidikan terbuka lebar dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Tanggung jawab negara dalam pendidikan sama, baik fakir miskin maupun orang kaya, muslim maupun non muslim. Pendidikan diberikan kepada rakyat secara gratis.
Politik ekonomi Islam akan mencegah negara menjadikan pendidikan sebagai bisnis atau sebagai komoditas ekonomi untuk meraup keuntungan. Dengan konsep pengelolaan kekayaan alam yang dikelola oleh negara dan hasilnya untuk rakyat, menjadikan negara mampu untuk menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai dan berkualitas. Seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, internet dan lain sebagainya. Negara juga menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli dalam bidangnya sekaligus memberi gaji yang cukup bagi pengajar.
Pendidikan yang gratis dan berkualitas akan dapat dinikmati oleh rakyat tatkala negara kembali kepada perannya yakni sebagai pengurus dan penjaga rakyat. Hal demikian akan terwujud tatkala negara menjadikan Islam sebagai panduan dalam menjalankan aturan kehidupan.