| 19 Views

Timur Tengah Memanas: Peran Iran dan AS Ikut Memperkeruh Situasi di Gaza-Palestina

Oleh: Cutiyanti
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benyamin Natanyahu dilaporkan telah menyepakati kesepakatan rencana genjatan senjata di Gaza yang akan diterapkan dalam dua pekan ke depan. Tujuan Trump dan Netanyahu dari genjatan senjata di Gaza untuk percepatan dengan negara-negara Arab sebagai bagian dari perluasan Perjanjian Abraham Accord (Republika, 27/6/25).

Abraham Accord sendiri adalah serangkaian perjanjian yang ditandatangani tahun 2020 untuk menormalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan beberapa negara barat yaitu Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko.  Nama ‘Perjanjian Abraham’ dipilih untuk menghormati nenek moyang bersama dalam negara-negara Abrahamik, yaitu Yahudi, Kristen dan Islam.

Perjanjian ini dicapai atas dukungan dari AS dan dianggap sebagai terobosan bersejarah karena mematahkan konsekuesi lama negara-negara Arab yang menuntut masalah penyelesaian Palestina sebelum normalisasi hubungan dengan Israel. Perjanjian ini diharapkan dapat membawa stabilitas, kemakmuran dan kerja sama yang lebih besar dari kawasan Timur Tengah.

Menurut laporan Israel hayom, berikut poin-poin kesepakatan terkait genjatan di Gaza. Perang di Gaza berakhir dua pekan, syarat pengakhiran perang akan termasuk masuknya negara Arab (termasuk Mesir dan Uni Emirat Arab) yang akan memerintah jalur Gaza untuk menggantikan Hamas. Selanjutnya, beberapa negara akan menerima banyak warga Gaza yang ingin bermigrasi. Abraham Accord akan diperluas termasuk di dalamnya Suriah dan Arab Saudi, kemudian negara-negara Arab dan Muslim akan mengakui Israel dalam menjalin hubungan diplomatik. Israel akan mengekspersikan kesiapannya atas solusi masa depan atas konflik dengan warga Palestina menurut konsep dua negara menyediakan reformasi dalam otoritas Palestina. AS akan mengakui implementasi kedaulatan Israel atas Tepi Barat (Republika, 27/6/25).

Dari fakta di atas, situasi Gaza makin memprihatinkan di Timur Tengah, dalam penghianatan para penguasa Muslim. Perang Iran justru makin menunjukkan tidak satu pun penguasa Muslim yang benar-benar serius menolong Gaza. Sudah sejak lama warga Gaza merasakan tekanan bertubi-tubi namun tak kunjung mendapatkan bantuan secara real dari negara-negara Muslim di sekitar. Bahkan terjadinya perang antara Iran dan Israel itu pun semata-mata hanya pengalihan saja untuk bisa memuluskan rencana yang sudah dari awal direncanakan AS dan negara-negara Arab yang ingin mengambil alih kekuasaan atas Gaza dari Hamas.

Situasi semacam ini sangatlah tidak bisa dikatakan bantuan ataupun bentuk dukungan untuk Gaza karena sejak dari awal Gaza dibombardir oleh Israel tidak ada satu pun negara-negara Arab yang mau membantu bahkan sekadar bisa berteduh dari rangkaian rudal yang diluncurkan Israel pun tidak ada yang perduli. Terutama Mesir, tak bisa diharapkan bantuan dan pertolongannya malah menolak kedatangan warga Gaza dengan membentengi perbatasan dengan pagar listrik. Ini sangatlah janggal jika dalam sekejap Iran yang sedari dulu anteng-anteng saja namun dengan sekejap seakan-akan ingin menjadi pahlawan dengan serangan yang dilakukan Iran ke Israel.

Dengan mengatasnamakan Islam, Iran berani dengan lantang menggaungkan warga Gaza adalah saudara mereka dan mereka siap syahid untuk mendukung Gaza. Narasi ini seakan-akan benar namun semua hanyalah trik untuk mengiring opini pada seluruh kaum Muslim, yang dilakukan Iran semata-mata membela Gaza. Jika dilihat jauh ke belakang, semua hanyakah perang kekuasaan yang tidak ada kaitannya dengan Gaza.

Dorongan sebagai penguasa Muslim termasuk Indonesia menekan Zionis Yahudi menerima solusi dua negara adalah solusi untuk membodoh-bodohi umat dan sangat absurd. Zionis dan AS sampai kapan pun tidak akan menerima Palestina merdeka dengan kermerdekan penuh. Begitu pun warga Palestina yang tulus dan lurus mereka tidak mungkin menerima ada sejengkal pun tanah kaum Muslimin diberikan kepada penjajah.

Mereka tidak mau menghianati Perjanjian Umariah yang sudah ada sejak masa Kehilafahan Umar bin Khattab. Perjanjian Umariah juga dikenal sebagai fakta Umar atau jaminan Umar, yaitu perjanjian yang dibuat Khalifah Umar bin Khattab dengan penduduk Yerusalem (Alesia Capitolina) setelah penaklukan kota tersebut oleh pasukan Muslim pada abad ke 7. Perjanjian ini menjamin kebebasan beragama dan perlindungan bagi penduduk Kristen dan Yahudi di Yerusalem dengan membayar imbalan yakni membayar pajak jizyah.

Dengan mengobarkan para syuhada yang sudah mempertahankan tanah perjuangan dari zaman khilafah, umat Islam harus fokus dan percaya, solusi masalah Gaza dan Palestina adalah kehadiran khilafah yang akan mengomandoi jihad untuk berjuang dengan segala kemampuan. Adapun tujuan yang hendak dicapai demi kebebasan hakiki untuk Gaza bukan sekadar deklarasi ataupun narasi yang hanya mementingkan pihak terkuat. Umat tidak boleh terdistrak oleh opini bahwa seruan ini berarti meridhai rakyat Gaza dibantai, namun umat harus ingat, seruan solusi dua negara sudah dinarasikan sejak dahulu dan sepanjang itulah pembantaian terus terjadi.

Pembantaian di Gaza seharusnya menjadi momen bangkitnya kesadaran umat bahwa berharap pada solusi Barat justru menjauhkan pada solusi hakiki. Dalam solusi Barat bukan bertujuan untuk kebangkitan kaum Muslimin namun ditunggangi kepentingan yang sejatinya hanya untuk bangsa Barat yang tidak ingin Islam berjaya kembali seperti yang dulu pernah tercapai pada saat adanya khilafah. Untuk itu solusi hakiki dengan menghadirkan khilafah sebagai warisan Nabi yang terbukti telah menjadi penjaga umat dan telah membawa umat kepada kebangkitan hakiki.

Umat harus mendukung dan segera bergerak dalam perjuangan menegakkan khilafah bersama kelompak dakwah ideologis yang berpikir optimis hanya mencapai kebangkitan untuk umat Muslim. Ini adalah bukti keseriusan kita mendukung Gaza Palestina dan juga mengangkat umat lainnya dari kehinaan akibat hidup dalam naungan sistem sekuler kapitalis.


Share this article via

12 Shares

0 Comment