| 246 Views
Simbol Islam Dinistakan Kembali

Oleh : Ai Sari
Penistaan agama kembali terjadi, kali ini dilakukan oleh Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah Merauke. Yang berinisial (AK). AK yang bersumpah sambil menginjak Al-Qur'an, karena ingin membuktikan kepada istrinya bahwa dirinya tidak berselingkuh. Hal ini diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syiam Indradi. (17/05/2024). Dilansir dari kompas.com.
Berulangnya kasus penistaan agama membuktikan bahwa masyarakat tidak menyadari pentingnya menjaga kemuliaan agama. Agama beserta simbol-simbolnya justru dianggap sebagai barang olok-olokan yang bisa direndahkan semaunya.
Penistaan agama yang terus berulang membuktikan bahwa umat Islam tidak terlindungi dalam sistem kapitalisme. Perilaku nista itu bisa tumbuh subur karena sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini, sistem rusak ini menjadikan agama dipisahkan dari kehidupan.
Ditambah sistem sanksi bagi penistaan agama begitu lemah dan tidak membuat efek jera. Vonis hukum yang ringan kepada para penista agama, sejatinya akan memunculkan banyak penistaan agama yang lain untuk melakukan hal yang sama, akibatnya alih-alih akan membuat efek jera sebaliknya para penista agama Islam malah tumbuh subur dalam sistem rusak dan merusak ini.
Berbeda dengan sistem Islam, seorang pemimpin didalam sistem Islam akan menjadi perisai bagi rakyatnya.
Rasulullah Saw, bersabda:
"Sesungguhnya Al-Imam (Khalifah) itu perisai, dimana orang- orang akan berjuang di belakangnya, mendukung dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya.
( HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).
Penguasa dalam Islam akan menjadi garda terdepan dalam melindungi rakyatnya dari penghinaan atau penistaan agama dan menjaga aqidah umat agar tetap lurus.
Salah satu buktinya adalah sikap tegas Sultan Abdul Hamid II (1876-1918) kepada Perancis yang saat itu menggelar teater karya Voltire, drama yang bertajuk Muhammad atau kefanatikan berisi penghinaan kepada Rasulullah Saw.
Sultan Hamid II mengultimatum Perancis, jika tidak membatalkan drama tersebut Perancis akan merasakan bahaya politik yang akan dihadapinya, kemudian Perancis dengan serta merta membatalkan pertunjukan drama tersebut.
Sultan Abdul Hamid II juga melakukan hal yang serupa kepada Negara Inggris yang saat itu melakukan penistaan yang sama seperti Perancis.
Dari kisah ini terlihat jelas sekali bahwa keberadaan seorang Khalifah dalam sistem Islam begitu menjaga simbol Islam dan aqidah umat dari musuh-musuh atau orang-orang yang menistakan Islam.
Sementara sanksi Islam terhadap orang yang menghina Allah dan Rasul-nya, jika pelakunya muslim maka dia akan mendapatkan sanksi Had Murtad (hukuman mati) yang sebelumnya ia telah diminta bertaubat tiga hari jika tetap tidak mau bertaubat maka dilaksanakan hukuman mati atasnya, jika ia menyesal dan bertaubat hukuman dikembalikan pada kebijakan Khalifah.
Dan jika pelaku penistaan agama adalah Non Muslim (kafir) dan bukan termasuk kafir dzimmi maka penistaan tersebut akan dijadikan sebagai alasan perang kepada Negara yang bersangkutan sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II.
Dengan demikian, jelas bahwa keberadaan seorang Khalifah dalam sistem Islam menjadi kekuatan besar yang melindungi agama Allah dan izzul Islam wal muslimin, dan semua itu akan terjadi jika syariat Islam diterapkan secara Kaffah.
Wallahu'alam bishahwwab.