| 104 Views
PPN Merangkak Naik, Ekonomi Rakyat Makin Tercekik ?

Oleh : Dewi yuliani
Pemerintah berencana menaikkan PPN dari 11% menjadi 12%. Jika sesuai jadwal, kenaikan akan diterapkan paling lambat Januari 2025. Kenaikan PPN ini diikuti kenaikan PPN Kegiatan Membangun [Rumah] Sendiri (KMS) dari 2,2% menjadi 2,4%.
ANTARA Ekonomi Bisnis Telaah Untung rugi kenaikan PPN 12 persen bagi perekonomian Indonesia Oleh Hanni Sofia 16 November 2024 20:02 WIB Untung rugi kenaikan PPN 12 persen bagi perekonomian Indonesia Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama jajarannya saat konferensi pers APBN KiTa Edisi kli 2024 di Jakarta, Jumat (8/11/2024). ANTARA/ll Silfia/am. Dikutib dari Jakarta (ANTARA) Dalam dunia perekonomian, kebijakan fiskal selalu menjadi yang menarik karena menyentuh hajat hidup orang banyak.
Salah satu isu yang kini tengah menjadi perhatian adalah rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, juga sudah menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN awal tahun depan tetap berjalan.
Meskipun tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan negara, langkah ini memunculkan pertanyaan besar terkait apakah kebijakan ini dapat menggerakkan ekonomi secara berkelanjutan, atau justru menjadi beban tambahan bagi masyarakat dan dunia usaha.
Kenaikan tarif PPN ini diklaim sebagai cara untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung pembiayaan pembangunan dan mengurangi ketergantungan pada utang. Namun faktanya belum tentu meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi utang. Sementara yang pasti adalah kesengsaraan rakyat, terlebih di tengah situasi ekonomi yang sulit, menurunkan daya beli masyarakat, dll. Apalagi, ada problem korupsi dan pemerintah yang gemar berutang.
Bagaimana tidak, kebijakan pajak menjadi sumber pemasukan utama negara. Seolah tanpa pajak, negara tidak dapat melakukan berbagai pembangunan. Padahal negeri ini amat kaya sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan bangunan, baik diolah dahulu oleh negara, maupun dimanfaatkan langsung oleh rakyat.
Sistem kapitalisme, juga menuntut negara untuk menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada pihak swasta dan melakukan privatisasi industri strategis, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam dan barang tambang yang menjadi bahan-bahan bangunan.
Pengelolaan sumber daya alam dan privatisasi industri strategis yang menghasilkan bahan bangunan oleh swasta, akan membuat harga bahan bangunan menjadi mahal, karena tujuan swasta adalah meraup keuntungan dari bisnis yang dijalankannya dengan keuntungan sebanyak - banyaknya bukan untuk melayani rakyat dalam penyediaan bahan bangunan yang murah. Adapun nasib rakyat tidak dipedulikan oleh negara. Faktanya
Situasi ini adalah konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan negara. Di sisi lain negara hanya menjadi regulator dan fasilitator, yang melayani kepentingan para pemilik modal.
Islam memiliki sistem ekonomi yang mewajibkan negara menjadi ra'in atau mengurus rakyat dengan penuh tanggung jawab. Islam menetapkan berbagai sumber pemasukan negara. Pajak bukanlah sumber utama negara, bahkan hanya menjadi alternatif terakhir ketika kas negara dalam keadaan kosong sementara ada kewajiban atas rakyat yang harus ditunaikan
membandingkan dengan sistem Islam. “Sistem kehidupan Islam yang memiliki visi riayah, memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok perumahan sesuai mekanisme syariah Islam dan tanpa memberatkan rakyat dengan pajak apa pun itu baik pajak rumah, kendaraan, usaha, dan pajak tanah Dll.
Tata kelola perumahan rakyat dalam Islam, menjadikan negara sebagai penanggung jawab yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok berupa rumah atau tempat tinggal sebab Rasulullah saw. menegaskan dalam riwayat Bukhari, “Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.”
Negara tidak dibenarkan mengalihkan tanggung jawabnya kepada swasta/operator. Negara wajib menjalankan tanggung jawabnya mengurusi rakyat dalam rangka menjalankan perintah Allah Swt.. Negara tidak akan membuat rakyat kesulitan akibat kebijakan yang dikeluarkannya seperti kutipan pajak atau iuran.
Rasulullah saw. bersabda yang diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam,”Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya.”
Wallahu'alam bissawwab