| 15 Views
Peran Negara dalam Fenomena Hubungan Sedarah ‘Inses’

Oleh: Dessy Fatmawati
Aktivis Muslimah
Hubungan sedarah atau hubungan sumbang atau inses merupakan hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga yang dekat, biasanya ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau dengan sesama saudara kandung atau saudara sepihak. Hal ini banyak ditemui dalam berita kriminal dengan tajuk “kakek mencabuli cucu” atau “ayah menghamili anak” dan lain sebagainya. Tentu ini merupakan aib yang mencoreng moral, budaya bahkan merupakan dosa besar untuk seorang Muslim.
Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, dengan persentase sekitar 87,2%, tapi, presentase ini hanya sebuah angka. Faktanya, masyarakat sangat jauh dari Islam ditambah lagi saat ini sosial media dapat diakses dengan mudah oleh siapapun dan dimanapun tanpa ada pembatasan tanpa ada pengawasan.
Terbaru, sosial media Facebook beberapa waktu lalu mengagetkan masyarakat dengan adanya grup bernama “Fantasi Sedarah” yang berisi konten ketertarikan seksual dengan anggota keluarga atau inses, bahkan di dalamnya terdapat anak di bawah umur.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 21 Mei 2025, mengatakan perkumpulan yang membahas soal ketertarikan seksual hubungan sedarah atau inses itu sebagai “tindakan biadab”. Lebih jauh, dia menegaskan, anggota dan juga pengelola grup Facebook itu tidak hanya melakukan tindakan kejahatan, tapi juga telah melakukan penyalahgunaan elekronik. Sangat disayangkan, konten seksual sedarah yang melibatkan perempuan dan anak di bawah umur itu tersebar di dunia maya.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia, Angga Raka Prabowo, pada Jumat 16 Mei 2025 mengatakan, pemerintah telah menghubungi Meta dan platform Facebook berkaitan pemblokiran beberapa grup Facebook yang memposting konten pornografi yang bersifat inses. Meta pun telah merespons keluhan pemerintah dan menghapus akses ke enam grup Facebook yang mempromosikan konten serupa dan mendorong operator media sosial lainnya untuk mengambil langkah terhadap grup-grup semacam itu.
Grup ini memiliki puluhan ribu anggota, dibuat sejak Agustus 2024 dengan motif untuk kepuasan pribadi dan berbagi konten dengan member lain. Bareskrim Polri dan penyidik Direktorat Siber Polda Metro Jaya membongkar kasus grup Facebook ‘Fantasi Sedarah’ dan enam pelaku telah ditangkap.
Menurut Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Aji, dalam konferensi pers, Rabu (21/05), ditemukan sebanyak 402 gambar dan tujuh video yang bermuatan pornografi dari device handphone tersangka MR tersebut. Motif Tersangka DK untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan mengunggah dan menjual konten pornografi anak dengan harga Rp 50 ribu untuk 20 konten dan Rp 100 ribu untuk 40 konten video atau foto.
Malu Sebagian dari Iman
Dengan fakta-fakta yang ada tersebut, bisa dikatakan, masyarakat Muslim di Indonesia sudah putus urat malu. Bagaimana tidak, kegiatan menyimpang dengan anggota keluarga, foto aurat keluarga mereka sebarluaskan ke ranah publik, tanpa rasa malu dan tanpa rasa segan. Begitu juga para anggota grup tersebut yang dengan santai menikmatinya tanpa ada rasa malu dan bersalah.
Dalam hadits riwayat imam Al Bukhari No.9 nabi mengatakan "Iman mempunyai enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan 'Lâ ilâha illallâh,' dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu merupakan salah satu cabang Iman,". Hal ini menunjukkan bahwa malu bersifat wajib. Apabila seseorang kehilangan rasa malu, salah satu cabang keimanan bisa hilang. Apabila cabang imannya hilang, imannya menjadi tidak sempurna.
Iman yang seharusnya dimiliki setiap individu muslim sudah tidak tampak sehingga menghasilkan perbuatan yang tidak sesuai dengan aturan agama. Begitu pula peran masyarakat yang seharusnya mengontrol tidak berjalan dengan baik sehingga muncul perbuatan yang melanggar norma-norma.
“.... Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (TQS Al-A’raf:179) . Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3: 490 menjelaskan yang dimaksud layaknya binatang ternak adalah orang-orang yang diserukan kepada mereka untuk beriman sama halnya binatang ternak yang diseru oleh sang penggembala, dimana mereka hanya mendengar suaranya saja, tetapi tidak memahami apa maknanya sama sekali.
Layaknya binatang ternak adalah gambaran yang Allah SWT sampaikan untuk mereka yang hanya memikirkan kepuasan pribadi, dengan hidup bebas tanpa aturan. Kebebasan tanpa aturan yang akhirnya merusak keluarga, tidak memiliki kehormatan dalam keluarga, sangat jauh dari sistem keluarga Muslim seharusnya.
Sistem keluarga Muslim tidak hanya dibangun dari dalam, yaitu individu keluarga yang memiliki keimanan dan kesadaran, tapi juga harus dibangun dari luar, yaitu lingkungan atau masyarakat yang senantiasa mengontrol dan menjaga agar nilai-nilai Islam dan norma-norma berjalan dengan baik. Masyarakat harus melakukan amar makruf nahi mungkar, tidak abai, cuek dan nafsi-nafsi. Rasulullah SAW Bersabda, “Kaum Muslim akan terus-menerus dalam petunjuk dan kemenangan selama mereka melakukan amar makruf nahi mungkar. Jika mereka meninggalkan amar makruf nahi mungkar, Allah akan melimpahkan azab kepada mereka semua dan doa mereka tidak akan dikabulkan” (HR. Ahmad).
Buah dari Kebebasan
Fenomena kasus hubungan sedarah atau inses ini tidak dapat dipungkiri terjadi karena kondisi masyarakat tidak dalam kondisi yang ideal. Individu yang jauh dari agama, masyarakat yang tidak peduli dan tentunya kebebasan yang diberikan negara dalam sistem demokrasi merupakan salah satu penyebab terjadinya fenomena ini.
Kebebasan dan demokrasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Lantaran demokrasi merupakan paham ketika rakyat berada dalam kekuasaan tertinggi dan bebas dalam menjalankan aktivitasnya. Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16, mengartikan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Artinya, rakyat mempunyai kebebasan untuk melakukan semua aktivitas kehidupan.
Kebebasan dalam mengakses konten pornografi di media sosial sangat mengkhawatirkan. Tercatat dari tahun 2005 Indonesia masuk 10 besar negara pengakses situs porno di dunia. Kebebasan dalam melakukan ajang-ajang kontes kecantikan, modeling dan sebagainya. Padahal, hal-hal ini terbukti menjadi pemicu perilaku seks bebas dan memberikan citra perempuan sebagai pelampiasan hawa nafsu laki-laki.
Semua aktivitas kehidupan manusia dalam sistem ini bertentangan dengan naluri beragama yaitu tidak sesuai dengan fitrah manusia. Alhasil, yang berkuasa adalah hawa nafsu dan akal manusia yang lemah, menyesatkan, rusak dan merusak ini dibiarkan untuk mengatur aktivitas hidup manusia. Padahal, keberadaan agama harus dapat mengatur perbuatan manusia dalam kehidupan. Sementara itu, menjauhkan agama dari kehidupan jelas bertentangan dengan fitrah manusia.
Islam Mengatur Kehidupan
Manusia dalam menjalankan kehidupannya memerlukan sistem yang mengatur naluri, tentunya aturan ini tidak mungkin berasal dari manusia yang lemah dan terbatas. Aturan yang berasal dari manusia hanya akan melahirkan tata aturan yang berakibat kesengsaraan pada manusia.
Sang Khaliq telah menurunkan agama kepada Nabi Muhammad SAW yang mengatur hubungan manusia dengan Khaliq-nya, dengan dirinya dan dengan manusia sesamanya. Dengan demikian agama yg diturunkan ini yaitu agama Islam mengatur seluruh aspek kehidupan.
Perbuatan inses adalah haram, Allah SWT menyampaikan dalam QS. An-Nisa ayat 23. “Diharamkan atas kamu (menikahi/mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), ....”
Allah SWT telah menetapkan hukum haram untuk mengawini saudara sedarah, dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan tersebut akan memperoleh sanksi atau siksaan. Siksaan akan Allah SWT berikan di akhirat nanti, sedangkan sanksi seharusnya diberikan di dunia yang hanya bisa dilakukan oleh negara yaitu negara yang mengunakan syariat untuk meriayah dan mengatur masyarakatnya.
Peran Negara
Dalam Islam, negara memiliki peran penting dalam menjaga akal, yang merupakan karunia Allah SWT dan dasar pemikiran manusia. Negara bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pemahaman untuk masyarakatnya. Hasilnya, masyarakat dapat mengendalikan hawa nafsunya dan tidak melakukan hal-hal tercela untuk mencapai derajat yang tinggi dan mulia.
Selain itu, negara juga memiliki peran menjaga kehormatan masyarakatnya dengan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi masyarakat untuk menjalankan nilai-nilai Islam, termasuk menjaga kehormatan diri dan orang lain.
Pemisahan kehidupan laki-laki dan perempuan merupakan salah satu hal dalam menjaga kehormatan. Negara harus memisahkan laki-laki dari wanita secara mutlak, baik dalam kehidupan khusus maupun kehidupan umum, kecuali dalam perkara-perkara yang dibolehkan dalam syari’at.
Negara harus memperhatikan masalah rumah. Rumah adalah kehormatan para perempuan yang bisa hidup aman dan nyaman. Ini merupakan kewajiban negara untuk memberikan kemudahan bagi setiap keluarga bisa memiliki rumah yang aman dan lapang (dengan kamar-kamar yang terpisah antara anak dan orang tua, anak laki-laki dan perempuan).
Negara harus memastikan masyarakatnya merasa aman dan terlindungi dari ancaman kekerasan, pelecehan, atau tindakan yang merusak kehormatan. Sangsi sesuai syariat harus diterapkan untuk menghukum pelaku kejahatan yang merusak kehormatan.
Negara harus memberikan sanksi yang setimpal sesuai syariat, bukan saksi ringan atau bakhan ditempuh hanya dengan jalan damai, yaitu tidak ada tindakan hukum. Sanksi dalam Islam bersifat jawabir (penebus) dan jawazir (pencegah). Selain mampu menebus dosa kita di dunia dan tidak akan lagi dibalas di akhirat, hukum Islam pun mampu mencegah orang lain untuk tidak berbuat hal yang sama. Untuk para korban, negara pun wajib memberikan perlindungan, yaitu berupa perawatan fisik maupun mental hingga pulih.
Negara harus metutup secara permanen akses konten yang menampilkan atau mengindikasikan aktivitas seksual, termasuk konten yang vulgar, eksplisit, atau pornografi. Negara harus melakukan filter, dapat mendeteksi, dan menghapus konten yang melanggar kebijakan di media sosial. Negara membatasi akses pengguna media sosial, terutama anak-anak dan remaja.
Dengan demikian, hubungan sedarah atau inses ini adalah buah dari sistem keluarga, masyarakat, dan negara yang rusak. Individu di dalam keluarga yang jauh dari agama sehingga hilang kesadaran dan keimanannya, masyarakat yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai pengontrol. Negara abai dalam meriayah umat karena sistem yang digunakan lemah, yaitu sistem yang berasal dari manusia.