| 154 Views

Pengentasan Kemiskinan Dalam Sistem Kapitalis

Oleh : Dewi yuliani

Kita semua sadar bahwa dunia hari ini dalam kekacauan dan membutuhkan perubahan. Namun, kita tidak lagi akan tertipu atas kerusakan sistem kapitalisme dalam  menghilangkan kemiskinan, menghapus satu miliar penduduk dunia yang masih kelaparan, mengatasi jutaan kaum muda yang mengalami problem kesehatan mental. Sebab demokratisasi yang mustahil bisa mewujudkan kesejahteraan.

tirto.id - Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar, mengungkapkan, sektor pertanian menjadi penyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia. Menurut data yang dirilis BPS, persentase penduduk miskin ekstrem yang bekerja di sektor pertanian ada sebanyak 47,94 persen dari total penduduk miskin. Dari total persentase tersebut, 24,49 persen di antaranya merupakan pekerja keluarga atau tidak dibayar dan 22,53 persen lainnya bertani dengan dibantu buruh tidak tetap atau tidak dibayar. 

Kemiskinan tidak akan dapat dientaskan selama masih berpegang pada sistem kapitalisme karena dalam sistem ini berlaku hukum yang kuat yang menang, Sementara negara hanya berperan sebagai regulator
Kemiskinan hari ini akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Kekayaan sumber daya alam yang seharusnya dikelola oleh negara justru diserahkan/dikelola oleh pihak asing. Keuntungan hanya untuk segelintir orang saja, sedangkan rakyat makin tambah miskin.

Kapitalisme juga menyebabkan kapitalisasi sektor pertanian dari hulu hingga hilir. Pupuk mahal, saprotan tak terjangkau petani, sehingga petani rugi. Pembangunan jor-joran, menyebabkan banjir, petani dirugikan. Terjadilah kemiskinan secara sistemis.

Berharap pada negara lain sebagaimana seruan indonesia dalam G20 juga tak mungkin karena semua berpegang pada sistem kapitalisme. Apalagi tidak ada makan siang gratis. 

Tak cukup sampai disitu sektor pertanian juga dikuasai oligarki dari hulu ke hilir. Petani bermodal kecil dengan lahan sawah dan teknologi seadanya akan tergeser oleh pemilik usaha pertanian bermodal besar yang memiliki lahan berhektar-hektar yang ditunjang teknologi pertanian yang canggih. Di samping itu, ketersediaan lahan pertanian bagi petani kian terbatas sehingga berpengaruh pada berkurangnya produksi gabah. Idealnya, skala ekonomi lahan minimum bagi petani harusnya 2 hektar. Namun, sebagian besar petani saat ini hanya menggarap sawah di bawah 0,8 hektar. Ini membuktikan kesejahteraan petani juga bergantung pada luas lahan yang dimiliki.

Di sisi lain, lahan pertanian kian sempit karena alih fungsi lahan sawah yang terus terjadi secara konsisten. Jika pada 2018 luas lahan panen padi di Indonesia masih 11,38 juta hektar, pada 2023 hanya tersisa 10,21 juta hektar, turun sebanyak 10,28% dalam enam tahun terakhir. Terlebih, banyak petani lebih memilih menjual lahan sawahnya kepada pemodal daripada harus menanggung rugi akibat biaya produksi yang besar. Kebanyakan pemodal yang membeli lahan pertanian tidak memanfaatkannya untuk memproduksi pangan.

Sistem ekonomi Islam meniscayakan negara memiliki sumber pemasukan yang banyak serta mampu menjamin kesejahteraan rakyat dan menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan

Pertama, membangun infrastruktur pertanian yang memadai, seperti jaringan irigasi yang canggih. Pada masa Kekhalifahan Umayyah, jaringan irigasi dibangun di seluruh wilayah lalu dikembangkan pompa-pompa irigasi hingga kincir air.

Negara islam juga membiayai pemeliharaan kanal-kanal besar untuk pertanian. Air dari Sungai Eufrat dialirkan hampir ke seluruh wilayah Mesopotamia (sekarang Irak), sedangkan air dari Tigris dialirkan ke Persia. Negara juga membangun sebuah kanal besar yang menghubungkan dua sungai di Baghdad.

Kedua, memberikan dukungan permodalan baik dalam bentuk pemberian tanah, harga bibit dan pupuk murah, atau pinjaman tanpa bunga seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pinjaman tersebut baru dikembalikan dua tahun setelahnya.

Ketiga, menyediakan sarana produksi pertanian secara memadai dan memastikan produksi petani terdistribusi dengan baik, seperti membeli gabah petani dengan harga tinggi.

Keempat, mengembangkan iklim yang kondusif bagi kegiatan penelitian dan pengembangan sains dan teknologi, termasuk di bidang pertanian. Negara islam melahirkan banyak ilmuwan dan ahli pertanian, semisal Abu Zakaria Yahya bin Muhammad Ibn Al-Awwan yang menulis buku Kitab al-Fildhah. Ia menjelaskan secara rinci tentang 600 jenis tanaman dan budidaya 50 jenis buah-buahan, hama, dan penyakit serta penanggulangannya. Karya seperti ini bermanfaat bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya. .

Demikianlah, Islam memberikan seperangkat sistem yang komprehensif dalam mengatasi pangan secara fundamental. Sistem politik ekonomi Islam akan mewujudkan visi pangan yang mandiri dan berdaulat

Dunia membutuhkan perubahan dan kita semua adalah orang-orang yang diamanahi Allah Taala untuk melakukannya. Untuk mewujudkannya, muslimah membutuhkan jalan baru berupa peran politik menuju hadirnya peradaban Islam dengan menegakkan sistem politik Islam, yakni Khilafah negara Islam yang menjadi JUNNAH atau pelindung untuk mengatasin kemiskinan bagi seluruh manusia

Wallahu allambshawab


Share this article via

96 Shares

0 Comment