| 103 Views
Pemenuhan Gizi Bukan Sekedar Basa-Basi Hanya Dalam Syariat

Oleh : Nora Afrilia S. Pd
Aktivis Muslimah
Pemerintah akan mengalokasikan Rp 71 triliun pada tahun depan untuk melaksanakan program makan bergizi gratis (MBG) untuk anak-anak dan ibu hamil. Anggaran sebesar ini untuk penyediaan makanan per porsi Rp 10 ribu untuk anak/ibu hamil per hari.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan, uji coba program MBG dengan anggaran senilai Rp 10 ribu per porsi sudah dilakukan hampir setahun ini di berbagai daerah. Program makan bergizi gratis ini, kata Hasan, sudah diuji coba di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta.
Presiden Prabowo Subianto menetapkan anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG) Rp10 ribu per anak per hari. Hal itu ia putuskan setelah rapat terbatas di istana. Prabowo mengatakan awalnya pemerintah menaksir porsi per anak Rp15 ribu.
Namun, ia mengatakan penyesuaian dilakukan setelah melihat anggaran. Prabowo mengatakan keputusan itu dibuat usai melihat data keluarga menengah ke bawah rata-rata memiliki tiga hingga empat orang anak. Dengan begitu, sebenarnya setiap keluarga mendapatkan bantuan makan bergizi gratis Rp30-40 ribu per hari.
Sebelumnya, Prabowo-Gibran mengampanyekan program Makan Bergizi Gratis sejak Pilpres 2024. Mereka ingin memberi makan anak-anak dan ibu hamil demi memperbaiki kualitas sumber daya manusia.
Pemerintah berencana memberi makan untuk 82,9 juta orang anak setiap hari.
Anggaran program ini diperkirakan mencapai Rp400 triliun per tahun.
Selama ini, uji coba dilakukan di sejumlah daerah. Biasanya, porsi uji coba Rp15 ribu per anak per hari.
Ketidakseriusan dalam menyejahterakan rakyat
Turunnya anggaran MBG menjadikan pemberian makanan bergizi jauh dari harapan. Target perbaikan gizi tentu makin tidak realistis di tengah tingginya inflasi dan naiknya harga-harga bahan makanan.
Sistem demokrasi meminimalisir pendanaan untuk membiayai kebutuhan rakyat. Sistem saat ini membuat penguasanya pelit dan tidak serius mengurusi umat. Mereka lebih loyal terhadap orang-orang asing yang memasukkan investasi ke negeri ini.
Alasan karena keterbatasan anggaran makin menunjukkan bahwa negara tidak benar-benar memberikan solusi perbaikan gizi generasi, apalagi ada banyak proyek yang sebenarnya tidak membawa manfaat untuk rakyat. Kekayaaan SDA Indonesia yang seharusnya bisa menjadi sumber pemasukan negara yang dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Namun realitanya, upah sangat rendah adalah satu kondisi umum, yang tergambar dari standar UMR yang ditetapkan.
Sistem buatan manusia ini menghilangkan kebaikan nurani pemimpin saat ini. Mereka tidak berupaya menghilangkan kesulitan rakyat, terutama dalam hal kebutuhan pokok. Hal yang tidak berharga malah menjadi perhitungan sebenarnya. Misal pembiayaan gedung kenegaraan yang megah, pembiayaan alat transportasi pejabat yang berlebihan. Apa mereka tidak pernah menyadari bahwa akan ada penghisaban yang luar biasa untuk orang yang lalai dalam memimpin negeri ini??
Islam lebih peduli gizi generasi
Makanan bergizi adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat, terlebih untuk generasi agar tumbuh menjadi generasi yang kuat fisiknya. Islam membutuhkan SDM yang kuat karena merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting untyuk mewujudkan negara yang kuat dan mandiri.
Islam menjadikan negara sebagai raa’in yang akan menjamin kebutuhan hidup rakyat, semuanya, tidak hanya pada generasi apalagi hanya siswa sekolah dan ibu hamil. Tanggung jawab penguasa menjamin kesejahteraan rakyatnya adalah tanggung jawab yang diberikan oleh Allah swt.
Islam menetapkan standar hidup yang tinggi yang harus diwujudkan oleh negara. Negara dalam Islam akan mampu mewujudkannya karena negara memiliki sumber pemasukan yang beragam dan banyak yang akan mampu mewujudkannya.
Untuk memenuhi kecukupan gizi generasi sejatinya melibatkan banyak aspek, bukan semata bantuan makanan gratis yang diklaim menjamin kebutuhan gizi masyarakat. Negara menjamin tercukupinya kebutuhan gizi tiap individu masyarakat secara merata dan tanpa kecuali. Ini adalah tugas penguasa sebagai pengurus dan pelayan rakyat.
Untuk merealisasikan hal itu, terdapat beberapa mekanisme yang antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, jaminan terhadap kebutuhan dasar (primer). Ini terlaksana dengan mewajibkan para laki-laki untuk memberi nafkah kepada dirinya dan keluarganya, serta mewajibkan anggota keluarga dekat untuk membantu saudaranya. Hal ini merupakan upaya tingkat pertama yang juga membutuhkan intervensi negara. Jika kedua hal ini belum terlaksana, negara wajib campur tangan untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Artinya, negara berperan dalam membuka lapangan kerja bagi para qawwam (pemimpin keluarga/rumah tangga) untuk menjalankan kewajiban sebagai pencari nafkah.
Kedua, pemerintah harus menyediakan layanan keamanan, pendidikan, dan kesehatan secara gratis untuk seluruh rakyat. Saat ini, pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan yang serba susah kian berat karena sulitnya akses pada layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, listrik, dll. Bicara pemenuhan gizi empat sehat lima sempurna saja sering terabaikan. Secara sederhananya, bisa makan saja itu sudah bagus. Asal perut kenyang, urusan gizi belakangan. Sedangkan Islam sendiri menetapkan standar kecukupan kebutuhan dasar secara manusiawi yakni terpenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan dengan jaminan dari negara.
Ketiga, layanan yang diberikan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rakyat berasal dari pendanaan baitulmal. Negara akan mengoptimalkan pendapatan dari sumber-sumber yang ada, seperti pendapatan tetap yaitu fai, kharaj, jizyah, pendapatan dari harta kepemilikan umum dalam berbagai bentuk, serta pendapatan dari harta kepemilikan negara seperti usyur, khumus, dan rikaz. Ini tentu berbeda dengan kondisi hari ini yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme telah membuat negara lepas tangan dalam menjamin kebutuhan rakyatnya secara utuh dan berkualitas.
Keempat, penerapan sistem ekonomi Islam akan menciptakan negara yang mandiri dan tidak bergantung pada swasta dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara mandiri negara akan mengoptimalkan pengelolaan SDA untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Dengan demikian Islam benar-benar mewujudkan peran negara sebagai raa’in (pengurus) yang akan menjamin kebutuhan hidup rakyat secara merata, tanpa kecuali. Ini karena tanggung jawab penguasa adalah menjamin kesejahteraan rakyatnya sebagai amanah yang kelak akan Allah hisab. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari dan Muslim), Inilah mekanisme yang diterapkan dalam negara Islam yang akan menjamin terpenuhinya kebutuhan gizi masyarakat.
Dengan demikian masalah kecukupan gizi dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sehat dan bebas dari permasalahan gizi tidak semata ditelaah dari satu aspek lalu diselesaikan dengan menetapkan satu program tertentu. Harus ada langkah sistemis untuk mengurai masalah tersebut.