| 392 Views
Nestapa Masyarakat Adat

Oleh : Isra Novita
Mahasiswi Universitas Indonesia
Bertahun-tahun peringatan Hari Masyarakat Adat Nasional diadakan, namun bertahun-tahun pula masyarakat adat menghadapi kesulitan di tanahnya sendiri. Kesulitan yang paling sering dihadapi adalah penggusuran yang dilakukan pemerintah demi proyek investasi. Beberapa contohnya konflik agraria Rempang untuk proyek strategis nasional Rempang Eco City, lalu konflik lahan di wilayah pembangunan Ibu Kota Nusantara Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Hak masyarakat Adat dikesampingkan demi kepentingan penguasa. Padahal masyarakat adat telah menempati wilayah tersebut secara turun temurun.
Upaya penggusuran demi pembangunan proyek nasional ini sangat bertentangan dengan undang-undang yang telah dibuat oleh negara ini sendiri terkait keberadaan masyarakat adat. Peraturan tersebut diatur dalam pasal 18B ayat 2 dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
Namun, pasal tersebut justru dipatahkan dengan pemberlakuan peraturan baru. Salah satunya terkait pembangunan Ibu Kota Nusantara, yakni proyek nasional ini berlaku di bawah Undang-undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Undang-undang ini pula yang menjadi landasan program dan rencana pembangunan di wilayah masyarakat adat kabupaten Penajam Paser Utara. Pengesahan peraturan dan perundang-undangan ini tentu sangat erat dengan prinsip maupun ideologi dari pengambil kebijakan tersebut.
Nestapa Masyarakat Adat
Banyaknya potensi konflik di tengah masyarakat adat juga sempat menjadi pembahasan hingga dirumuskan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat (RUU MA) pada 2003. Namun, RUU MA tersebut hanya masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan tidak kunjung disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Hal ini tentu semakin memperjelas bagaimana sudut pandang serta keberpihakan para pihak yang memiliki wewenang untuk mengambil kebijakan. Seperti inilah pengambilan kebijakan berdasarkan ideologi kapitalisme yakni pengambilan kebijakan berdasarkan kepentingan materialistik semata bukan untuk memenuhi kebutuhan maupun hak masyarakat.
Kondisi perekonomian maupun pendidikan yang rendah pun menambah nestapa masyarakat adat di wilayah proyek nasional tersebut. Sebagaimana yang disampaikan Sosiolog dari Perguruan Tinggi Negeri di Kalimantan Timur bahwa permasalahan yang dihadapi masyarakat adat di daerah IKN semakin rumit akibat rendahnya ekonomi maupun pendidikan bagi masyarakat tersebut. Pemerintah tidak cukup hanya memfasilitasi masyarakat adat secara materi saja karena masyarakat adat pada awalnya bergantung pada sumber pendapatan dari lahan di wilayah tersebut.
Hal ini juga dipengaruhi faktor rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di wilayah tersebut sehingga pengoptimalan sumber pendapatan di sektor lain juga terhambat. Masyarakat adat akhirnya pun terasing di wilayahnya sendiri setelah pembangunan IKN akibat timpangnya tingkat kesejahteraan maupun pendidikan masyarakat adat. Realita ini tentu sangat miris karena berbanding terbalik dengan pencitraan Ibu Kota yang digambarkan melalui media (BBC Indonesia, 2024).
Kebijakan pemerintah yang cenderung memprioritaskan investor di wilayah tersebut dibandingkan kebutuhan masyarakat lokal tentu semakin menambah nestapa masyarakat adat. Penyesuaian perundangan-undangan pun diupayakan demi kelancaran kerja sama proyek dengan investor. Hal ini tentu semakin membuktikan bahwa pembangunan proyek tersebut tujuannya bukan untuk mensejahterakan masyarakat. Kebijakan pemerintah ini tentu sangat erat dengan prinsip yang lahir dari ideologi yang diterapkan yakni ideologi kapitalisme karena terlihat jelas dari prioritas kebijakan yang diambil. Sejatinya permasalahan yang dihadapi masyarakat adat ini adalah masalah sistemik karena negara masih menerapkan sistem kapitalisme sekuler. Jika permasalahan yang dihadapi merupakan masalah sistemik, tentu dibutuhkan solusi yang sistemik pula.
Solusi Pemenuhan Hak Masyarakat Adat
Masyarakat adat merupakan bagian dari rakyat yang harus dipenuhi hak dan kebutuhannya oleh negara. Maka, dibutuhkan sistem yang mampu menjamin kebutuhan dan hak masyarakat khususnya masyarakat adat. Dalam sistem Islam, negara wajib memenuhi kebutuhan masyarakat dan dilarang menggusur tempat tinggal masyarakat yang sudah dikelola atau diurus oleh masyarakat itu sendiri.
Permasalahan ini erat kaitannya dengan hak kepemilikan dalam Islam dan negara memiliki tanggung jawab untuk menjaga hak kepemilikan masyarakat tersebut. Namun, penerapan sistem Islam tidak akan pernah terwujud tanpa adanya institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara paripurna yaitu khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Oleh karena itu, permasalahan masyarakat adat sejatinya dapat diselesaikan ketika ideologi negaranya tepat, yakni Islam.[]