| 45 Views

Memalak Rakyat dengan Pajak

Oleh : Eny Rf Bogor

Luar biasa, benar-benar tidak ada empati, kalau ini akan diberlakukan, penunggak pajak kendaraan  bermotor akan dikejar-kejar sampai kerumah seperti seorang maling.

Padahal berbagai jenis pungutan pajak sudah dibebankan kepada rakyat membuat rakyat bertambah penderitaannya, sudahlah keadaan ekonomi carut marut, pendapatan menurun, pengeluaran untuk konsumsi kebutuhan pokok melambung tinggi dengan meroket nya harga-harga pangan, biaya pendidikan, kesehatan dan jasa lainnya. Sungguh negara sangat kreatif mencari-cari celah agar semua lini dari semua aktivitas bisa dikenai pajak bahkan tega mengejar sampai kerumah rumah. 
Dimana rasa empati pemerintah? Dimana hati nuraninya?

Tidakkah bisa merasakan jeritan rakyat yang sudah tak berdaya dan hanya bisa pasrah dengan keadaan. 
Angka kemiskinan semakin tinggi, gizi buruk terjadi dimana-mana, dan berbagai macam permasalahan.
Kebijakan pengejaran pajak pada rakyat nyata berbeda dengan perlakukan pemerintah pada pengusaha. Pengusaha justru banyak mendapat keringanan pajak.

Tengok saja, menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membebaskan mobil listrik impor dari pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Aturan ini berlaku pada 15 Februari 2024 dan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2024 tentang PPnBM atas impor dan atau penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat tertentu yang ditanggung pemerintah tahun anggaran 2024.

Mirisnya lagi hasil pajak yang menjadi modal utama pemasukan negara untuk biaya  pembangunan tidak memberikan pengaruh yang nyata pada nasib rakyat. 

Inilah dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme adalah suatu keharusan sumber pemasukan negara terbesar untuk pembiayaan pembangunan adalah dari pajak selain dari berhutang. 
Maka tidaklah heran jika negara mencari-cari celah agar di semua aktivitas bisa dipungut pajak tanpa memperdulikan keadaan kemampuan rakyatnya.

Ini membuktikan bahwa negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat dan penjamin kesejahteraan rakyat. Negara hanya sebagai fasilitator dan regulator dalam menentukan tata Kelola urusan negara.

Lumrah karena selama sistem sekularisme kapitalisme ini masih  diterapkan ditengah masyarakat. Lain halnya jika negara memakai aturan dari Ilahi, rakyat tidak akan terbebani dengan berbagai pungutan pajak kalaupun mendesak karena kas negara kosong dan tidak adanya pemasukan lagi dari sumber yang lain untuk pembiayaan yang sangat mendesak maka jalan terakhir adalah memungut pajak, dan itupun tidak dari seluruh rakyat melainkan hanya diambil dari orang yang benar-benar mampu saja atau kaya, dan sifatnya hanya temporer, dan jumlahnya tidak boleh melebihi dari kadar yang diperlukan.

Sebenarnya ada banyak sumber penerimaan negara, dan jumlahnya sangat besar. Salah satunya adalah dari sumber daya alam, begitu berlimpahnya kekayaan yang ada, dari isi lautnya, dalam tanahnya, lihat saja kandungan emas, batu bara, nikel dan masih banyak lagi macamnya, kalau itu dikelolah oleh negara dan tidak diserahkan oleh swasta atau asing maka kekayaan yang dikaruniakan oleh Allah lebih dari cukup untuk pembiayaan negara dan untuk kebutuhan rakyatnya sehingga kesejahteraan bisa dirasakan, tidak perlu lagi mengandalkan pemasukan dari pajak bahkan mengejar sampai kerumah rumah.

Sayang seribu sayang negara tidak memakai dari aturan Ilahi. Maka yang terjadi sudahlah rakyat dibuat menderita dan juga menimbulkan berbagai permasalahan. Maka saatnya negara beralih dari aturan kapitalisme yang sumbernya dari akal manusia menuju aturan Ilahi. Wallahu'alam


Share this article via

85 Shares

0 Comment