| 11 Views
Masalah di Gaza Bisa di Selesaikan Dengan Jihad di Sistem Khilafah

Oleh : Umi Silvi
Derita rakyat Gaza kembali memasuki babak paling kelam dalam sejarah penjajahan modern. Kelaparan kini mengintai jutaan jiwa tak berdosa, terutama anak-anak dan perempuan, akibat blokade brutal yang diberlakukan oleh Israel sejak 2 Maret 2025. Blokade ini disebut oleh sejumlah organisasi hak asasi manusia sebagai “taktik kelaparan” yang berpotensi menjadi kejahatan perang. Sementara itu, dunia hanya mampu mengirimkan bantuan yang sangat terbatas, dan kini bahkan bantuan terakhir pun telah habis.
Sejak 2 Maret 2025, Israel telah menutup pintu penyeberangan ke Gaza sehingga bantuan makanan, medis, dan kemanusiaan tidak bisa masuk. Hal ini memperparah bencana kemanusiaan berdasarkan laporan pemerintah dan organisasi-organisasi HAM dan internasional.
Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina di Kawasan Timur Tengah (UNRWA) pada Minggu (27/04/2025) mengatakan bahwa persediaan tepung di Gaza telah menipis karena Israel terus membatasi masuknya makanan dan bantuan kemanusiaan. Kelaparan semakin parah di Gaza. Orang-orang, termasuk anak-anak berharap mendapatkan makanan untuk bertahan hidup melalui makanan hangat yang didistribusikan oleh badan amal. Hal itu tertulis di platform media sosial X.
Program Pangan Dunia (World Food Program/WFP) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (25/4) mengatakan bahwa pihaknya telah kehabisan stok makanan di Jalur Gaza karena perlintasan perbatasan masih ditutup. Saat itu, WFP mengirimkan stok makanan yang tersisa ke dapur-dapur makanan siap saji di Jalur Gaza. Dapur-dapur ini diperkirakan akan kehabisan makanan dalam beberapa hari ke depan.
Sebagaimana dilansir Kompas.com (25/4/2025), World Food Programme (WFP) menyampaikan pernyataan memilukan: “Hari ini, WFP mengirimkan stok makanan terakhir yang tersisa ke dapur umum di Jalur Gaza,” ujar WFP seperti dikutip dari Anadolu, Jumat (25/4/2025). Menurut data PBB, WFP mendukung 37 dapur umum yang sebelumnya mampu memproduksi sekitar 500.000 porsi makanan setiap hari. Namun hingga kini belum diketahui berapa dapur yang masih dapat terus beroperasi setelah stok dari WFP habis. “Situasi di Jalur Gaza sekali lagi mencapai titik kritis: orang-orang kehabisan cara untuk bertahan hidup,” lanjut WFP.
Gaza semakin mengerikan. Makanan hampir tidak tersedia, yang tersisa hanyalah sedikit pasta dan nasi yang bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan setengah penduduk. Satu-satunya pabrik roti yang masih beroperasi pun telah dihancurkan oleh serangan udara Israel. Harga bahan pangan di pasaran melambung tinggi dan itu pun hampir habis. Ketersediaan air bersih semakin langka. Dapur-dapur umum sudah tidak bisa beroperasi karena tidak ada lagi bahan yang bisa dimasak. Ini bukan sekadar krisis kemanusiaan, melainkan pembantaian yang dilakukan secara perlahan di depan mata dunia.
Semua fakta ini terjadi di tengah narasi soal HAM dan tetek-bengek aturan internasional dan perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak. Nyatanya aturan-aturan tersebut tak mampu menghentikan apalagi mencegah penderitaan anak-anak di Palestina.
Semua ini semestinya menyadarkan umat, bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan-aturan yang dilahirkannya, contohnya PBB yang selama ini hanya bisa mengecam dan berkoar-koar mengutuk tindakan keji Zionis Israel terhadap warga Gaza.
Selama bertahun-tahun, dunia Islam berharap negara-negara Arab akan mengambil langkah berani untuk menghentikan ekspansi Israel dan mempertahankan hak-hak Palestina. Akan tetapi, dengan tidak adanya respon yang berarti dari penguasa-penguasa Muslim seperti Mesir, Yordania, dan negeri-negeri Muslim lainnya, kita dapat melihat dengan jelas bahwa mereka telah mengkhianati tanggung jawab terhadap umat Islam.
Jika umat Islam di seluruh dunia ingin melihat perubahan, maka harus ada pemimpin yang berani bersuara keras dan memimpin aksi nyata melawan kekejaman Zionis Israel dan sekutunya. Negara Muslim harus berhenti berharap pada diplomasi yang hanya mengarah pada solusi-solusi tanpa makna. Solusi Palestina bukanlah mengusir warga Gaza dari Palestina, melainkan mengusir penjajah Zionis Israel dari tanah yang mereka rampas.
Kondisi mengerikan di Gaza mengingatkan kita untuk kembali pada solusi hakiki untuk mengakhiri kezaliman yang terjadi pada saudara-saudara kita di Gaza. Solusi itu tidak hanya berupa kecaman atau ancaman, tetapi merupakan langkah konkret sebagaimana yang sudah Allah tetapkan, yaitu jihad sebagaimana yang tercantum dalam QS Al-Baqarah: 190 yang artinya,
”Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Jihad membutuhkan persatuan umat Islam dalam bingkai Khilafah untuk menyiapkan kekuatan perang yang akan menumpas Israel. Ini sebagaimana yang Allah perintahkan dalam QS Al-Anfal ayat 60 yang artinya, “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah.” Hal itu juga yang dahulu dilakukan oleh Rasulullah saw. saat menghadapi Yahudi.
Sudah saatnya umat berusaha untuk memahami akar permasalahan yang terjadi di Palestina sehingga bukan solusi tambal sulam yang diperjuangkan, melainkan solusi tuntas dengan turut berjuang untuk menegakkan kembali sistem Khilafah. Ini merupakan perjuangan yang tidak dapat dilakukan secara individu, melainkan harus tergabung dalam jemaah dakwah yang terkoordinasi rapi dan konsisten menyuarakan jihad dan Khilafah sebagai solusi untuk permasalahan Palestina.
Wallahualam bissawab.