| 123 Views

Mark Up Nilai demi Gengsi Sekolah

Oleh : Novi Widiastuti
Pemerhati Pendidikan

Pendidikan di Indonesia saat ini mengalami masalah serius. Norma halal dan haram, serta batasan etika, tampaknya tidak lagi diperhatikan. Berbagai praktik tidak adil sering dilakukan untuk memanipulasi proses seleksi masuk sekolah.

Baru-baru ini, SMPN 19 Kota Depok menjadi sorotan media karena terlibat dalam kasus pemalsuan rapor puluhan siswanya. Modus yang dilakukan dikenal sebagai "Cuci Rapor" berupa upaya peningkatan nilai rapor siswa melebihi nilai asli mereka.Tujuan dari tindakan ini adalah agar siswa yang rapornya dipalsukan dapat diterima di SMA favorit melalui jalur prestasi.

Hal ini dibenarkan oleh Ketua Ombudsman Jawa Barat, Dan Satriana. Pihaknya mendapat aduan terkait cuci rapor (mark up nilai rapor) yang saat ini menjadi modus baru kecurangan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Ia mengatakan, "cuci rapor" tidak hanya terjadi di Depok, tapi juga di Bandung, Cileunyi di Kabupaten Bandung, dan Bogor. (kompas.com, 22/07/2024)

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) setiap tahun sering menimbulkan berbagai masalah krusial. Masalah ini kerap melibatkan pihak-pihak berkepentingan seperti orang tua, guru, atau bahkan pihak sekolah. 
Berdasarkan laporan yang masuk ke Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) pada Juni 2024, dugaan kecurangan terkait PPDB berupa manipulasi kartu keluarga (KK) di jalur zonasi, mutasi, jual beli kursi, titipan orang dalam, hingga gratifikasi. Begitu pun modus “cuci rapor” hal ini termasuk tipu-tipu nilai di jalur prestasi mulai dari pengubahan nilai secara langsung di rapor dan pemberian nilai tambahan yang tidak sesuai dengan prestasi sebenarnya.

Upaya curang tersebut disebabkan oleh motif sosial dan ekonomi, sebagian orang tua ingin anak mereka diterima di sekolah favorit untuk mendapatkan prestise atau akses pendidikan yang dianggap lebih baik. Oleh karena itu, untuk meraihnya mereka siap melakukan segala sesuatu, bahkan dengan cara-cara yang tidak etis.

Alasan lainnya adalah kurangnya pengawasan yang ketat dari pihak berwenang dan sistem evaluasi yang mudah dimanipulasi. Sistem pendidikan yang terlalu menekankan nilai akademik sebagai faktor utama dalam kelulusan atau penerimaan siswa baru juga berperan dalam terjadinya praktik semacam ini.

Peristiwa ini sangat wajar terjadi, karena sistem yang diterapkan di negara ini adalah kapitalisme. Pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) yang menjadi asasnya. Sistem kehidupan sekuler-kapitalisme membuat keberhasilan sekolah diukur dari segi materi. Cara pandang ini menimbulkan pengelompokan antara sekolah favorit dan non-favorit.

Negara dengan sistem kapitalisme juga hanya berkomitmen setengah hati dalam membangun negeri, tak terkecuali urusan pendidikan. Persoalan ini mengakibatkan diskriminasi dalam infrastruktur pendidikan. Hal ini terlihat dari adanya sekolah dengan fasilitas memadai, sementara di sisi lain terdapat sekolah dengan fasilitas yang kurang memadai. Perbedaan ini membuat orang tua yang memiliki kemampuan finansial rela melakukan berbagai cara agar anak mereka bisa bersekolah di sekolah dengan fasilitas bagus yang dikenal sebagai sekolah unggulan dan bergengsi. Sedangkan orang tua dari golongan ekonomi rendah tidak dapat berbuat banyak. Inilah kegagalan sistem pendidikan dalam kapitalisme. Sistem ini mendorong masyarakat untuk berbuat curang demi memasukkan anak-anak mereka ke sekolah yang diinginkan.

Keadaan ini sangat berbeda dengan sistem pendidikan dalam Islam. Di mana sekolah merupakan hak bagi setiap anak, baik mereka yang berasal dari keluarga miskin maupun kaya, muslim atau non-muslim. Dalam Islam, pendidikan dianggap sebagai salah satu kebutuhan publik, dan negara memberikan jaminan serta tanggung jawab langsung atas pendidikan ini. 

Sebagaimana hadis Rasulullah Saw. bahwa “Imam adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya”. (HR al-Bukhari) 

Berdasarkan hadis tersebut maka negara akan menjamin pendidikan untuk rakyatnya dengan  menyediakan sekolah-sekolah terbaik yang memiliki kualitas yang sama. Negara juga bertanggung jawab membangun infrastruktur dan fasilitas pendukung untuk kegiatan belajar mengajar di sekolah, seperti gedung sekolah, laboratorium, pusat penelitian, buku-buku pembelajaran, teknologi yang mendukung proses belajar, dan lain-lain.

Di dalam negara Islam, tidak diperlukan sistem zonasi karena semua sekolah dibangun dan disupport dengan standar unggul, sehingga para siswa dapat memilih sekolah mana saja karena fasilitas yang memadai dan merata. Negara juga memastikan bahwa tenaga pengajar dan staf administrasi di sekolah adalah individu yang amanah, kompeten, dan ahli di bidangnya, menciptakan suasana yang kondusif sebagai tempat menuntut ilmu. Selain itu, pendidikan di sekolah-sekolah disediakan secara gratis untuk seluruh masyarakat dalam negara Islam.

Kurikulum sekolah di negara Islam mendasarkan pada akidah Islam, sehingga dalam setiap proses pembelajaran, siswa terus diingatkan akan keberadaan mereka sebagai hamba Allah. Ini yang memastikan kualitas pendidikan, karena standar keberhasilan dalam pendidikan Islam tidak diukur dari prestasi atau nilai rapor, melainkan dari bagaimana siswa mengembangkan kepribadian Islam atau syakhsiyah Islamiyah. Siswa dianggap berhasil ketika pola pikir dan perilaku mereka sesuai dengan syariat Islam.
Selain itu, mereka juga dibekali dengan pengetahuan dalam bidang sains, teknologi, dan humaniora untuk mendukung kehidupan duniawi mereka. Dengan demikian, mereka akan siap untuk memperdalam ilmu di jenjang pendidikan tinggi dan menggunakan ilmu tersebut untuk kemuliaan Islam dan kebaikan umat Muslim.

Demikianlah, sejatinya betapa mudahnya bersekolah dalam negara yang menerapkan sistem Islam. Sementara, sengkarut PPDB hari ini hanya menorehkan luka karena hak pendidikan berkualitas benar-benar telah terenggut.

Sistem pendidikan dalam Islam memiliki arah yang jelas, untuk membentuk generasi yang tidak hanya menguasai ilmu sains dan teknologi, tetapi juga memiliki kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Saatnya bagi negara ini untuk mengadopsi sistem Islam dan meninggalkan sistem kapitalisme yang hanya membawa kerusakan dan penderitaan di tengah masyarakat.

Wallahualam bissawab.


Share this article via

76 Shares

0 Comment