| 272 Views
Maraknya Gaya Hidup FOMO pada Gen Z

Oleh : Sofi Kamelia
Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) yang semakin menjamur dikalangan gen Z sudah menjadi gaya hidup yang tidak bisa dihindari lagi. FOMO menjadikan generasi sekarang banyak hidup dan berinteraksi dengan dunia maya dibandingkan di dunia nyata.
Apa itu FOMO? FOMO merujuk pada perasaan cemas yang dialami seseorang ketika merasa ketinggalan suatu informasi, kegiatan, atau tren. Rasa takut ini membuat seseorang terus-menerus memantau media sosial agar tidak tertinggal momen penting, seperti postingan terbaru teman, perbincangan populer, atau tren viral. Bagi milenial dan Gen Z, FOMO menjadi alasan utama untuk terus-terusan mengecek gawai mereka sepanjang hari.
Di era media sosial yang serba cepat dan transparan, generasi merasa harus selalu terlibat dalam setiap peristiwa yang terjadi, baik di kehidupan teman-temannya maupun tren dunia maya. FOMO telah menjadi penyebab utama para generasi muda ini candu dengan media sosial, sehingga menciptakan siklus yang tidak sehat yang mempengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka.
Akibatnya, FOMO ini memutuskan hubungan interaksi sosial mereka dengan kehidupan nyata. Kenapa? Karena mereka lebih sibuk mengurusi apa yang terjadi di media sosial daripada menikmati momen momen penting di kehidupan nyata. Mereka terdorong untuk terus membandingkan diri dengan orang lain, saingan memperbanyak 'like' dan 'followers' biar viral, pamer isi rekening biar bisa terlihat sukses dan kaya, ingin selalu menampilkan sisi terbaik dari hidupnya.
Mereka merasa bahwa apa yang mereka lihat dan ditampilkan di media sosial itulah standar hidup yang harus diikuti. Dan kita tahu, seringkali apa yang diperlihatkan dalam media sosial itu kebanyakan adalah ilusi.
Tekanan untuk selalu "update" ini membuat mereka terjebak dalam siklus konsumsi konten yang tak ada habisnya. Banyak dari mereka merasa bahwa ketika tidak mengetahui atau terlibat dalam sesuatu, maka akan tertinggal dan merasa tidak relevan di antara teman-teman atau lingkungannya. Dilansir dari wisata viva.co.id, Rabu (16/10/2024).
Fenomena ini menimbulkan perbandingan sosial yang tidak real dan tidak sehat. Kesibukan generasi di dunia maya membuat mereka lupa bahwa kebahagiaan di dunia nyata tidak bisa hanya diukur dari seberapa banyak materi yang kita punya. Karena terlalu fokus hidup di dunia maya membuat mereka terasing di kehidupan nyata.
Kehilangan momen-momen yang paling berharga dengan keluarga, teman dan kehilangan produktivitas serta kreativitas yang mereka punya. Padahal seharusnya media sosial itu digunakan untuk hal yang positif, tapi faktanya banyak konten-konten negatif yang bermunculan dan banyak juga orang yang terinspirasi untuk berbuat kejahatan dari media sosial.
Kondisi ini wajar terjadi, karena saat ini kita hidup dalam sistem kapitalisme demokrasi yang rusak dan merusak yang melahirkan sistem liberalisme yang mengakibatkan gen Z bergaya hidup bebas, hedonistik dan konsumerisme. Kebahagiaan dunia menjadi tujuan utama. Dalam sistem ini tidak ada jaminan dan perlindungan bagi gen Z, baik itu dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lain-lain. Namun malah menjerumuskan gen z pada kehidupan materialistik salah satunya melalui media sosial yang menciptakan gaya hidup FOMO.
Berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam generasi muda diarahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Memanfaatkan waktu sebaik baiknya untuk beribadah dibandingkan dengan selancar terus di dunia maya, mengembangkan potensi yang dimiliki agar menjadi umat yang bermanfaat.
Islam memandang para pemuda itu memiliki potensi yang luar biasa dan kekuatan yang dibutuhkan umat yaitu sebagai agen of change menuju kebangkitan islam.
Sebagaimana Allah Swt berfirman:
"Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah Swt. "
(TQS. Ali Imran ayat 110).
Islam memiliki sistem terbaik untuk melejitkan potensi gen z, mengarahkan hidupnya sesuai tujuan penciptaan dan mempersembahkan seluruh potensi yang terbaik hanya untuk Islam. Potensi ini dibutuhkan untuk membangun kembali peradaban gemilang yang pernah dicapai umat islam pada masa lalu dalam naungan khilafah islamiyah.
Wallahu'alam bishahwwab.