| 200 Views
Konflik Lingkungan di Desa Kebonbimo Hingga Sumur Bor Warga VS Rumah Pemotongan Ayam

Oleh : Ummu Shaquilla
Polemik terkait limbah rumah pemotongan ayam (RPA) di Desa kebonbimo, kecamatan Boyolali, kembali memanas. Ratusan warga menggelar aksi protes pada Kamis (19/12/2024). Untuk menuntut penutupan RPA dan menolak rencana perluasan.
Warga mengeluhkan terkait limbah RPA bukan tanpa alasan, bau menyengat dari limbah cair yang blm terolah dengan baik mengganggu kenyamanan dan kesehatan warga sekitar. Selain itu, warga khawatir akan dampak limbah terhadap sumber air, terutama umbul Tlatar yang menjadi ikon wisata desa.
Selama berdirinya RPA ini, dampak dari limbah bau itu sampai radius 1,5 kilometer ketimuran (turun). Ia menyampaikan bau limbah tercium sekitar pukul 00.00 WIB hingga pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB. Selanjutnya, hal yang dikeluhkan yaitu pengeboran sumur dalam di RPA warga mendengar kabar di dalam RPA terdapat sumur bor dengan jumlah yang berbeda.
Dinas lingkungan hidup (DLH) Boyolali mengakui bahwa pengelolaan limbah RPA memang belum optimal.kepala (DLH) Boyolali Suraji menjelaskan pihaknya beberapa kali melakukan pembinaan terhadap RPA. Sehingga masih mengeluhkan soal bau limbah. Salah satu kendali utama adalah kapasitas pengelohan air limbah (IPAL) yang tidak memadai menampung volume limbah yang dihasilkan limbah cair dari proses pencucian daging dan organ dalam ayam bercampur dengan kotoran hewan sangat sulit di olah.
Meski telah ada izin operasional, namun surat keterangan layak operasional untuk IPAL belum dimiliki oleh RPA tersebut. DHL Boyolali melakukan upaya untuk mengatasi masalah dengan membuat persetujuan teknis terkait pengelolahan limbah. Namun tanpa adanya Sertifikat Kelayakan Operasional (SLO), pengawasan kinerja IPAl menjadi sulit dilakukan.
Ia menjelaskan penggunaan lewat sumur dalam dinilai menganggu kelestarian umbul Tlatar . Bahkan Jumari mengatakan mata air di umbul Tlatar menyusut sekitar 30% sejak 5 bulan. Ia berharap semua pihak bisa saling menjaga kelestarian alam. Karena air adalah hajat hidup orang banyak baik dari warga untuk di minum hingga mengairi sawah petani. (Espos, 19-12-2024)
Sebenarnya akar persoalan abainya pemerintah dalam mengupayakan air bersih adalah tata kelola negara yang kapitalistik liberal, tidak heran pemerintah kerap menetapkan kebijakan yg kontraproduktif terhadap pengadaan air bersih. Tata kelola negara hanya berfungsi sebagai regulator bukan pengurus umat' . Pengadaan air bersih untuk masyarakat pun menggunakan hitung hitungan ekonomi. Pemerintah memosisikan dirinya sebagai pedagang yang berbisnis kebutuhan rakyat. Jika rakyat ingin memenuhi kebutuhan hidup mereka harus membayar dengan harga yang sepadan. Selain itu, tata kelola sistem ekonomi kapitalisme kepemilikan dikuasai dan dikelola oleh swasta. Inilah akar persoalan atas makin besarnya kelestarian air bersih. Untuk menyelesaikan nya haruslah dengan mengubah paradigma tata kelola sistem ekonomi kapitalistik menjadi tata kelola Islam.
Islam sebagai ajaran yang paripurna telah sangat komprehensif mengatur tata kelola limbah dan air. Islam memfungsikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam menyediakan pembuangan limbah dan menyediakan air bersih. Yang merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Upaya-upaya yang dilakukan akan benar benar memperhatikan kemaslahatan umat.