| 38 Views

Judol Merusak Generasi

Oleh : Sri Setyowati
Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam

Maraknya judi online (judol) makin meresahkan karena berdampak negatif pada berbagai kehidupan sosial, seperti konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online (pinjol), dan lainnya. Lebih miris lagi judol juga telah menyasar pada anak-anak. Dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) per 8 Mei 2025 mencatat sekitar 197.054 anak usia 10–19 tahun terlibat dalam aktivitas judol, dengan nilai deposit mencapai Rp 50,1 miliar pada triwulan I-2025. 

Untuk memperkuat langkah pemberantasan judol yang menyasar anak-anak, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).

Implementasi PP Tunas terkait judol pada anak adalah penyelenggara sistem elektronik (PSE) wajib membatasi akses anak di ruang digital. Privasi dan data pribadi anak dilindungi guna mencegah anak terpapar iklan atau promosi judol. PSE wajib turut serta meningkatkan literasi digital kepada anak serta pengawasan yang ketat terhadap kewajiban PSE dan mematuhi PP Tunas. (beritasatu.com,19/05/2025)

Disamping itu dibentuk juga Satgas Pemberantasan Judi Online yang terdiri dari Kepolidian Republik Indonesia (Polri), Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan PPATK yang diketuai oleh Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam). (cnbcindonesia.com, 08/05/2025)

Kemajuan teknologi digital mempermudah orang untuk mendapatkan informasi di berbagai bidang. Tanpa keluar rumah berbagai berita dan situs dapat dengan mudah diakses melalui telepon pintar (smartphone). Namun, tidak semua situs memberikan dampak positif dan kebaikan, tetapi justru akan memberikan keburukan pada penggunanya seperti judol yang sudah menyasar anak-anak. Judi memiliki sifat membuat penasaran. Ketika seseorang tidak bisa mengendalikan diri, maka akan menjadikan kecanduan. Ketika sudah kecanduan, keinginan untuk terus bermain judol tidak bisa dihentikan. Jika kalah bermain judol, bukannya berhenti, justru semakin penasaran untuk bisa mendapatkan kemenangan. Berbagai cara ditempuh untuk mendapatkan uang agar bisa bermain judol lagi dengan cara yang tidak benar seperti pinjol, mencuri, menipu, dan tindakan kriminal lainnya. Judol juga menyebabkan terganggunya kesehatan mental seperti stres, mudah emosi, dan kerugian materi.

Dalam sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini, keuntungan menjadi tujuan utama tanpa mempedulikan lagi akibatnya. Industri digital yang rusak dan merusak seperti iklan miras, pornografi, pornoaksi, pinjol, judol, dan lainnya berkembang pesat, hingga sudah menyasar pada anak-anak. Secara tidak langsung sistem yang diterapkan telah merusak generasi penerus. Upaya yang dilakukan pemerintah tidak bisa memberikan efek yang signifikan karena tidak tuntas pemutusan aksesnya. Satu diputus, muncul lagi situs baru.

Dalam Islam, segala bentuk kemaksiatan  termasuk judol adalah haram. Allah Swt. telah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah [5]: 90).

Sistem Islam tidak akan membiarkan segala kegiatan yang rusak dan merusak. Kemaksiatan tidak akan mendapat tempat untuk berkembang karena adanya penjagaan dari negara. Sistem pendidikan yang bersandar pada akidah Islam akan membentuk pola pikir dan pola sikap Islam yang berlandaskan pada halal haram. Peran orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga dioptimalkan.

Kontrol masyarakat difungsikan dengan menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Sanksi yang  diterapkan juga jelas sehingga mampu memberikan efek jera. Negara tidak akan pilih-pilih dalam merapkan hukum. Pemain, bandar, situs judol, dan yang berkaitan dengan judol akan ditindak tegas.

Ketika anak sudah baligh dan berakal sehat (mukallaf), yaitu mampu melaksanakan kewajiban dan bertanggung jawab atas perbuatannya, maka sudah bisa dikenai taklif hukum. Karena itu, jika sudah baligh maka hukuman anak akan sama dengan orang dewasa.

Sanksi yang dikenakan terhadap penjudi dapat berupa hukuman ta'zir (hukuman yang ditetapkan oleh hakim). Sanksi ini dapat berupa hukuman cambuk (ada yang berpendapat sampai 80 kali cambukan), denda, atau penjara, tergantung pada jenis dan tingkat keparahan perjudian tersebut. Dan juga hukuman had (hukuman yang ditetapkan oleh syariat), jika judi disertai mencuri misalnya. 

Semua hukum tersebut tidak bisa diterapkan hari ini karena belum ada institusi yang berwenang atas sanksi tersebut. Sanksi tersebut hanya bisa diterapkan jika negara sudah  menerapkan Islam secara kafah. Dengan ditegakkannya Khilafah, semua syariat Islam bisa diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan termasuk pemberantasan judol sampai akarnya hingga judol tidak  akan marak apalagi sampai
menyasar anak-anak.

Wallāhu 'alam bishshawab.


Share this article via

24 Shares

0 Comment