| 273 Views

Fogging Bukan Solusi Pasti Memberantas DBD

Oleh : Ummu Fauzi
Pegiat Literasi

Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia makin meningkat. Menurut data Kemenkes, Kabupaten Bandung tercatat sebagai wilayah yang kematiannya tertinggi yaitu sebanyak 29 orang. Sedangkan peringkat kedua berada di Jepara dengan jumlah kematian 21 orang, Bekasi 19 orang, Subang 18 dan Kendal 17 kematian. Bupati Bandung, Dadang Supriatna  membenarkan adanya berita tesebut dan segera menginstruksikan untuk segera menangani kasus tersebut dengan melakukan fogging. 
 
Selain itu ada juga program Jumat bersih (Jumsih) dan Minggu bersih  (Mingsih) secara masal  yang melibatkan penggerak PKK dan seluruh  stakeholder yang ada. Program-program tersebut dijalankan sementara kasus DBD terus terjadi yang terbanyak di Kota Bandung 3.486, Kabupaten Tangerang Banten 2.540 dan Bogor 1.944. kemudian di Sulawesi Tenggara ada 1.659 kasus  serta Kabupaten Bandung Barat  1.576 kasus. (detikjabar, 7/5/2024)

Demam berdarah disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang berkembang biak di air bening yang tergenang, seperti wadah-wadah yang tidak ada tanahnya biasanya terjadi ketika musim hujan tiba. Selain faktor cuaca, lingkungan yang kurang baik juga menjadi penyebab adanya DBD.  Untuk pencegahannya tidak cukup dengan melakukan fogging dan program-program  seperti di atas   apalagi itu dilakukan setelah yang terkena mencapai angka kematian yang tinggi.

Lingkungan perumahan yang padat dan kumuh dengan saluran air yang tersumbat atau bahkan tidak ada menambah buruknya lingkungan yang berpotensi menjadi tempat jentik nyamuk berkembang. Untuk itu diklakukan juga  program 3M ( menguras, menutup dan mendaur ulang);  Jumantik (juru pemantau jentik); pemberian serbuk abate  untuk air yang tergenang. Semua pencegahan ini dilakukan di lingkungan rumah warga. Selain itu pemerintah bekerja sama dengan dinas lingkungan hidup (DLH) yang beperan membersihkan tempat-tempat yang berpotensi berkembangbiaknya  nyamuk. Termasuk  Program pemerintah  berupa  pengembangan wolbachia yang diselenggarakan di Ujung Berung, Kota Bandung tidak juga memberikan  solusi pasti.

Dengan  melakukan 3M, Jumantik, Jumsih,  Mingsih dan lain-lainnya tidak cukup untuk dijadikan solusi dalam pencegahan penyakit DBD. Pemerintah harus melakukan tindakan preventif lainnya, seperti menyediakan perumahan yang sehat, saluran air kotor dan bersih yang teratur menyediakan tempat sampah yang terurus dan lain sebagainya. Serta melakukan aktivitas kuratif, seperti menyediakan fasilitas kesehatan yang bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.  Kasus DBD setiap tahun berulang  harusnya sudah bisa diantisipasi dan disiapkan langkah-langkah pencegahannya  secara optimal. 

Dalam sistem kapitalis nyawa manusia seakan tidak berharga. Pencegahan dilakukan tidak bersifat  komprehensif karena adanya kapitalisasi dalam pelayanan kesehatan,  siapa yang punya uang akan mendapat prioritas  sedangkan yang tidak mampu, diberikan  pelayanan sekedarnya atau bahkan sama sekali tidak diberikan layanan dengan alasan kamar penuh  atau perlengkapan medis tidak memadai.  Maka berharap mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah, murah dan layak di sistem kapitalis bagaikan pungguk merindukan bulan, tidak akan penah terwujud.

Hanya Islam yang bisa diharapkan untuk menjadi solusi semua permasalahan yang ada  termasuk permasalahan kesehatan. Pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar yang menjadi kewajiban negara. Islam mewajibkan negara/pemerintah memberikan pelayanan terbaik  untuk kesehatan public, baik rumah sakit, dokter, klinik, tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya yang diperlukan masyarakat. Sebab pemimpin berfungsi sebagai pengurus dan pelayan kebutuhan rakyatnya. sebagaimana sabda Rasulullah  saw:
“Imam (Penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR Al-Bukhari)

Nabi Muhammad saw. Adalah contoh terbaik bagi umatnya. Sebagai kepala negara  beliau saw. telah menjamin kesehatan rakyatnya secara cuma-cuma dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sakit tanpa memungut biaya dari mereka. Seperti yang pernah dilakukan kepada warganya yang bernama  Ubay. Nabi saw.  mendatangkan seorang dokter untuk mengobati penyakitnya. Begitu juga ketika Nabi saw. mendapat hadiah dokter dari Muqauqis, Raja Mesir tapi Nabi saw menjadikannya dokter umum untuk  warganya. (HR Muslim)

Pelayanan seperti di atas terus berlangsung pada masa kekhilafahan, salah satunya Khalifah Umar bin Khattab. Sebagai pemimpin negara  Khalifah Umar memberikan jaminan kesehatan kepada rakyatnya secara gratis dengan cara mengirimkan dokter kepada umatnya yang sakit tanpa meminta imbalan sedikitpun dari rakyatnya (Taqiyudin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur,2/143). Seperti yang di tuturkan oleh Zaid bin Aslam bahwa kakeknya pernah berkata, “Aku pernah sakit parah pada masa khalifah Umar bin Al Khathab lalu  Khalifah Umar memanggil dokter untuku.” (HR Al-Hakim Al-Mustadrak. IV/7464).

Untuk itu negara dalam Islam  menjamin kesehatan rakyatnya secara gratis. Jaminan kesehatan dalam Islam mempunyai tiga sifat. Pertama,  berlaku umum tidak membeda-bedakan status sosial dalam masyarakat baik muslim maupun nonmuslim. Kedua,  bebas biaya atau gratis dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Ketiga,  seluruh rakyat dimudahkan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.

Untuk itu negara  senantiasa mengalokasikan anggaran untuk pembangunan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan bagi rakyatnya. Tentu saja  semua itu membutuhkan banyak biaya dalam pelaksanaanya. Dana tersebut bisa d dapat dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan syariat. Yaitu dari pengelolaan  harta kekayaan milik umum, dan dari milik negara. Semuanya akan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan rakyat yang diberikan secara gartis. Kuncinya adalah dengan menerapkan syariat Islam secara kafah (menyeluruh). 

Waalahu a’lam bishawwab


Share this article via

102 Shares

0 Comment