| 228 Views

DBD Mewabah, Butuh Solusi Tuntas

Oleh : Hana Sheila

Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok

Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jakarta meningkat pesat dalam satu bulan terakhir, ada 1729 kasus hingga 18 Maret 2024 dan kasus terbanyak ada di Jakarta Barat. Kepala dinas kesehatan DKI Jakarta Ani ruspitawati mengatakan kasus DBD diprediksi akan terus naik sampai Mei 2024 (megapolitan.kompas.com, 1/04/2024).

Peningkatan curah hujan dan kelembapan udara menjadi salah satu faktor penyebab berkembang biaknya nyamuk, termasuk nyamuk aedes aegepti yang merupakan nyamuk pembawa virus Dengue. Maka, perlu adanya upaya pengendalian secara masif pada tujuh tatanan di pemukiman, perkantoran, institusi pendidikan, tempat umum, tempat pengelolaan makanan, fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas olahraga. 

Program pengendalian DBD antara lain 3M plus yakni peningkatan pemantauan jentik oleh Juru pemantik dua kali sepekan dan fogging atau pengasapan, selain merujuk ke fasilitas kesehatan yang tersedia rawat inapnya warga juga disarankan menjalani Vaksin DBD, vaksin ini akan diberikan dua kali dalam jangka waktu tiga bulan antar dosis dengan biaya Rp.700.000/dosis. Tapi tetap saja tidak menyelesaikan masalah.

Berulangnya kasus DBD di berbagai wilayah di negeri ini hingga menimbulkan korban yang tidak sedikit, sejatinya menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menangani kasus penyakit ini. Pengendalian penyakit ini tidak bisa diserahkan kepada individu masyarakat semata, akan tetapi butuh peran negara melakukan tindakan pencegahan terstruktur dan terpadu untuk memutus rantai penyebaran. 

Demikian upaya penanganan harus dilakukan sebaik mungkin saat kasus DBD ditemukan untuk meminimalisir bahaya pada yang terinfeksi. Meningkatnya kasus DBD atau kematian yang diakibatkan dapat menghantarkan kejadian luar biasa yang tidak boleh dianggap kecil. Oleh karena itu upaya penanggulangan seharusnya difokuskan pada kegiatan pembasmian sarang nyamuk, penyelidikan epidemiologi, fogging, dan penanganan penderita DBD.

Hanya saja penanganan pemerintah yang berdasarkan asas kapitalisme membuat sulit terwujudnya penanganan terbaik dan tuntas. Sistem kapitalisme menciptakan masyarakat miskin secara sistemik, karena kemiskinan menjadi salah satu faktor sulitnya pemberantasan DBD, kemiskinan menyebabkan masyarakat sulit mendapat tempat tinggal yang bersih dan sehat. Kemiskinan juga yang menyebabkan masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan yang sehat dan bergizi untuk menunjang daya tahan tubuhnya. 
Selain itu penataan kota yang jauh dari kata ideal menjadi faktor cepatnya penyebaran virus DBD. Saat ini kota identik dengan kepadatan penduduk yang tidak diimbangi dengan pemukiman yang layak. Kapitalisme adalah biang dari semua masalah ini. 

Sebab sistem ekonomi kapitalime telah menciptakan kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat karena pemilik modal dibebaskan menguasai lahan strategis demi kepentingan bisnisnya. Alhasil rakyat miskin semakin terpinggirkan mereka beramai-ramai tinggal di satu lahan yang sempit hingga menciptakan hidup yang tidak sehat. 

Meski ada upaya pemerintah untuk menangani masalah ini. Namun upaya tersebut tidak menyentuh akar dari persoalan. Upaya yang dilakukan hanya upaya tambal sulam yang seolah menunjukkan kinerja pemerintah karena kesehatan dalam kapitalisme adalah objek komersial, wajar jika kesehatan rakyat diabaikan bahkan negara sangat berhitung untung atau rugi. Fogging untuk membunuh nyamuk misalnya hanya dilakukan ketika kasus DBD ditemukan, vaksin juga dilakukan sesuai sistem kesehatan kapitalisme dengan pelayanan kesehatan berbanding lurus dengan biaya yang harus dibayarkan.

Kondisi berbeda akan kita temukan dalam negara yang menerapkan Islam kaffah di bawah institusi Khilafah, aturan yang diterapkan di negeri ini adalah aturan terbaik karena berasal dari Allah SWT. Kesempurnaan Islam bisa dilihat dari aturanya dalam setiap aspek kehidupan. Kesehatan adalah salah satu aspek yang vital karena Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya. Oleh karena itu khilafah akan memandang kesehatan sebagai tanggung jawab bukan ladang bisnis dan negara wajib menjamin kesehatan seluruh rakyatnya tanpa terkecuali. 

Apalagi Islam telah memiliki mekanisme preventif dan jaminan pelayanan yang berkualitas. Dalam kasus ini kesadaran pencegahan DBD dan penyakit lainya harus diketahui sejak dini oleh masyarakat. Namun upaya edukasi ini harus dijalankan dan diberikan oleh pemerintah. Selain itu negara juga wajib memberikan fasilitas insfratruktur yang bisa menunjang pencegahan penyakit ini serta mengontrol seluruh media penyebarannya. Bahkan negara akan melakukan riset untuk menemukan inovasi teknologi terbaik untuk mencegah penyakit ini kemudian mengaplikasikan di tengah masyarakat. Dan negara akan memberikannya secara gratis kepada masyarakat termasuk vaksinasi gratis.

Jaminan pelayanan kesehatan dalam khilafah juga akan mencegah penyebaran penyakit ini. Karena negara akan membangun sarana dan prasarana tata kota hingga terwujud lingkungan yang bersih dan sehat dan negara tidak akan lepas tanggung jawab untuk mengatur pelayanan kesehatan dengan fasilitas terbaik tanpa pungutan biaya. Inilah cara khilafah melakukan pencegahan masyarakat nya untuk terhindar dari segala penyakit, hanya penerapan Islam secara kaffah akan menjamin masyarakat yang sehat dan unggul.[]


Share this article via

26 Shares

0 Comment