| 186 Views
Berantas Perilaku Seks Bebas dengan Sistem Islam

Oleh: Alifvia An Nidzar
Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Baru baru ini masyarakat digegerkan dengan pelegalan PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang kesehatan yang sangat kontroversial. Salah satunya ada di pasal 103. Pasal ini menjelaskan yang intinya dalam upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja maka pemerintah akan menyediakan fasilitas berupa alat kontrasepsi.
PP ini hadir mengingat sebelumnya tengah marak anak-anak sekolah yang meminta dispensasi pernikahan. Sejumlah praktisi menilai, hadirnya PP ini sebagai bentuk penjerumusan anak sekolah dalam pergaulan bebas. Jika anak sekolah dan remaja melakukan seks bebas, maka jalan satu-satunya menghentikan aktivitas seks bebas yang mereka lakukan, bukan memberi fasilitas alat kontrasepsi agar terhindar dari penyakit. Justru, pendekatan seperti ini jalan yang salah dan efeknya akan sangat mengerikan karena akan menyuburkan seks bebas di kalangan mereka.
Jika selama ini mereka tidak bebas membeli alat kontrasepsi, ke depannya mereka akan dengan mudah mendapatkannya sejak ada PP tersebut, bahkan dilegalkan oleh negara. Mengapa pemerintah tidak mau membuat PP yang melarang pergaulan bebas bagi remaja dan memberikan sanksi tegas bagi pelakunya? Apakah karena negara ini menjunjung tinggi kebebasan?
Sungguh, perilaku seks bebas tidak pernah diberantas dengan serius, malah difasilitasi dengan pemberian alat kontrasepsi. PP ini hanya mementingkan seks yang aman secara kesehatan, tidak mempertimbangkan seks bebas tersebut haram untuk dilakukan oleh penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Tak hanya itu, PP ini juga mengharuskan tenaga kesehatan terkait untuk memberikan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak usia sekolah yang membutuhkannya. Artinya, mereka dipaksa untuk memberikan fasilitas pada perbuatan seks bebas yang akan dilakukan oleh remaja dan anak usia sekolah.
Tentunya, kebijakan negeri ini sangat dipengaruhi oleh paham-paham kebebasan yang merusak. Jika pemerintah ingin menyelesaikan masalah penyakit menular seksual dengan tuntas, maka stop seks bebas, jangan memberi kesempatan pada kalangan mana pun, termasuk anak sekolah dan remaja.
Padahal, Islam memberi aturan tegas bagi pelaku zina. Mazhab Syafii, misalnya, memberikan pengertian zina sebagai berikut, “Masuknya ujung kemaluan laki-laki meskipun sebagiannya ke dalam kemaluan wanita yang haram dalam keadaan syahwat yang alami tanpa syubhat” (Hasyiah al-Jamal, kitab “Az-Zina”, 21/80, Maktabah Syamilah).
Secara umum zina adalah hubungan seks antara pria dan wanita yang tidak diikat oleh ikatan pernikahan. Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela. Karena itu sesat lagi menyesatkan bila dikatakan hubungan seks yang dilakukan atas dasar kerelaan dan tidak dilakukan di tempat terbuka tidak masuk kategori perzinaan, seperti kumpul kebo maupun prostitusi.
Jelas pernyataan ini melecehkan hukum Allah SWT. Padahal jelas, Nabi SAW pernah menghukum Maiz Ibnu Malik yang mengaku berzina dengan seorang budak perempuan milik Hazzal. Beliau juga menghukum seorang perempuan bernama al-Ghamidiyah yang juga mengaku berbuat zina. Padahal perbuatan mereka itu dilakukan atas dasar suka sama suka dan bukan di tempat umum. Nabi SAW menjatuhkan had (sanksi) rajam baik kepada Maiz maupun kepada al-Ghamidiyah.
Haramnya zina telah nyata dijelaskan baik dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah SAW. Di antaranya dalam QS al-Isra’ (17) ayat 32 sebagaimana dinukil di atas. Keharaman zina juga dipertegas dengan adanya had/sanksi bagi pelakunya (QS an-Nur [24]: 2).
Dalam masyarakat sekular-liberal kebebasan seksual (hurriyatul jinsiyyah) adalah salah satu prinsip hidup yang menurut mereka wajib untuk dipertahankan dan dikampanyekan di bawah payung hukum/undang-undang demokrasi. Mereka paham bahwa satu-satunya penghalang atas gagasan kebebasan seksual mereka hanyalah ajaran Islam yang mulia. Karena itu mereka berusaha memelintir makna banyak ayat al-Quran. Salah satunya tentang keharaman zina. Metode yang mereka gunakan dalam menafsirkan ayat adalah hermeneutika, yakni metode penafsiran teks ala filsafat Barat.
Dengan hermeneutika, teks-teks al-Quran kemudian ditafsirkan semata-mata dengan akal dan hawa nafsu mereka. Melalui pendekatan ini, al-Quran, misalnya, harus ditafsirkan mengikuti perkembangan zaman. Ketika kini perselingkuhan merusak, hubungan intim nonmarital (perzinaan) menjamur, pelacuran merebak, maka seharusnya ayat-ayat Al-Qur’an tidak kaku mengikuti awal kemunculannya. Ia harus fleksibel. Harus ditafsirkan mengikuti konteks kekinian. Karena itu perzinaan harus diterima sebagai keniscayaan. Ayat-ayat Al-Qur’an tentang hukum perzinaan harus ditafsir ulang agar cocok dengan zaman.
Inilah pemikiran sesat kaum liberal yang bisa menyeret pelakunya ke dalam dosa besar, bahkan murtad, jika tidak segera bertobat. Pasalnya, di antara perkara yang dapat membatalkan keimanan seseorang adalah menghalalkan yang haram atau sebaliknya (Lihat: QS an-Nahl [16]: 116).
Muhammad bin Ismail ar-Rasyid menyebutkan beberapa perbuatan penyebab kekufuran. Di antara yang beliau sebutkan: “Siapa yang mengingkari keharaman perbuatan yang disepakati haram, atau ragu mengharamkan sesuatu yang disepakati haram—seperti khamr, zina, homo atau riba, atau dia meyakini bahwa dosa besar atau kecil itu halal maka dia kafir.” (Tahdzib Risalah al-Badr ar-Rasyid, hlm. 45).
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni juga menyatakan: “Siapa saja yang meyakini kehalalan sesuatu yang telah disepakati keharamannya, dan jelas hukumnya di tengah kaum Muslim, serta tidak ada syubhat di dalam nas yang tercantum di dalamnya seperti keharaman daging babi dan zina, dan yang semisal hal itu yang tak ada perselisihan di dalamnya, orang itu telah kufur.”
Alhasil, jelas Islam telah dirusak oleh kaum liberal dengan berkedok karya ilmiah, berstatus kaum intelektual, tetapi mati nuraninya, dan berniat busuk untuk merusak kehidupan masyarakat. Ketiadaan syariah Islam yang melindungi umat membuat musuh-musuh Islam mudah melancarkan tikaman beracun dalam wujud pemikiran rusak untuk menjatuhkan umat. Oleh karenanya, berantas perilaku seks bebas dengan sistem Islam. Karena itu kembali pada sistem Islam sebagaimana yang diajarkan salafush-shalih akan melindungi umat Islam dan memuliakan umat manusia secara keseluruhan.