| 3 Views
Anak Adalah Amanah, Bukan Barang Dagangan

Oleh : Shifa Nurul Aini
Ciparay Kab. Bandung
Ironi kasus penjualan bayi dari Jawa Barat ke Singapura diharapkan menyentuh berbagai persoalan krusial. Tidak hanya penanganan pidananya, administrasi kependudukan, pkerja sama penegakan hukum antarnegara, hingga edukasi terhadap perempuan yang rentan menjadi korban mesti diperkuat. Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah saat dihubungi dari Bandung, Jumat (18/7/2025), mengatakan, persoalan penjualan bayi ini mesti dilihat dari hulu ke hilir. Ia mengapresiasi kinerja Polda Jabar mengusut kasus ini. Namun, peran pihak lain juga sangat dibutuhkan untuk meminimalkan hal ini terus berulang. (Bandung,compas.com)
Kasus penjualan bayi yang terbongkar di Jawa Barat baru-baru ini bukan hanya mencoreng kemanusiaan, tapi juga memperlihatkan bagaimana krisis nilai dan lemahnya perlindungan terhadap kelompok rentan masih menjadi masalah serius di negeri ini. Sebanyak 13 tersangka ditangkap dalam sindikat perdagangan manusia yang menjual sedikitnya 25 bayi ke luar negeri, khususnya Singapura, melalui modus adopsi ilegal. Lebih miris lagi, para pelaku merupakan bagian dari jaringan internasional yang bermarkas di Pontianak, Kalimantan Barat.
Polisi telah menyelamatkan enam bayi dari tangan pelaku. Namun, di balik keberhasilan penegakan hukum ini, tersimpan persoalan yang lebih dalam : mengapa praktik keji seperti ini bisa terjadi dan terus berulang?
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menekankan pentingnya melihat masalah ini dari “hulu ke hilir”. Dalam data KPAI, selama 2021–2024, tercatat 155 kasus pengaduan terkait penculikan, perdagangan, dan penjualan bayi. Motifnya beragam : dari kemiskinan, ketidaktahuan orang tua, hingga kasus perempuan korban kekerasan seksual yang bingung mengambil keputusan. Ironi ini menggambarkan bahwa penjualan bayi bukan semata soal kriminalitas, tapi juga akibat dari ketidakadilan sistemik, mulai dari lemahnya pendidikan moral, rendahnya literasi seksual berbasis agama, hingga kegagalan negara dalam melindungi perempuan dan anak-anak.
Inilah bukti sistem sekuler kapitalisme yang mencengkeram negeri ini, agama dikesampingkan dari kehidupan menjadikan semua tindak kejahatan marak seolah tanpa kendali, termasuk perdagangan anak, bahkan orang tua kandung sendiri yang menjualnya. Parahnya lagi, ada peran staf pemerintahan yang seharusnya menjadi penjaga dan pelindung masyarakat, malah ikut dalam tindak kejahatan tersebut.
Begitulah saat aturan Allah tidak dijalankan dalam tatanan kehidupan, yang terjadi adalah fitrah manusia hilang dan akal manusia lenyap, anak-anak tidak berdosa diperlakukan seperti barang, demi untuk mendapatkan uang. Islam secara tegas mengharamkan segala bentuk perdagangan manusia, termasuk memperjualbelikan bayi, yang bertentangan dengan prinsip tauhid dan kemanusiaan.
"Tiga golongan yang pada hari kiamat akan menjadi musuh-Ku, salah satunya adalah orang yang menjual orang merdeka lalu memakan hasil penjualannya." (HR. Bukhari). Bayi yang diperjualbelikan kehilangan hak-hak dasar mereka : hak hidup, hak nasab, hak waris, dan hak perlindungan. Dalam Islam, anak adalah amanah, bukan objek transaksi.
"Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak-cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 70)
Tragedi ini adalah tamparan keras bahwa kemanusiaan tidak cukup ditegakkan hanya dengan hukum pidana. Butuh perubahan menyeluruh dari cara berpikir, pendidikan, hingga sistem sosial. Islam menawarkan solusi yang tidak hanya menyentuh gejala, tapi juga akar masalah. Saatnya negara, masyarakat, dan lembaga keagamaan bersama-sama mengembalikan nilai Islam sebagai panduan hidup. Karena hanya dengan kembali kepada Islam secara menyeluruh, tragedi seperti penjualan bayi tidak akan terulang.
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (QS. Ta-Ha 20: Ayat 124)
Wallahu a'lam bish shawwab