| 83 Views

Naiknya PPN Membuat Rakyat Menjerit

Oleh : Mentari

Pemerintah Indonesia menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai Januari 2025. Pemerintah mengklaim kebijakan ini tidak akan berpengaruh pada rakyat menengah ke bawah, namun tidak demikian dengan faktanya. Dilansir tirto.id (21-12-2024),

Mulai 1 Januari 2025, pemerintah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. Perubahan tarif ini sesuai dengan keputusan yang telah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Sumber pendapatan terbesar negara terdapat pada pajak.

Sistem ekonomi kapitalisme menjadikan pemerintah berkuasa atas segala hal dan tidak menjalankan perannya sebagai pengurus rakyat. Menaikkan pajak dengan PPN hingga 12 persen yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara (kas negara), meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, kebutuhan pembiayaan pembangunan proyek, mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional, pendidikan, kesehatan serta program sosial lainnya.

Meski telah mendapat penolakan dari masyarakat mengenai kenaikan pajak, namun pemerintah tetap pada keputusannya untuk menaikkan PPN hingga 12 persen. Hal ini memicu terjadinya inflasi yang ditandai dengan melonjaknya harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam periode waktu tertentu. Kemudian berimbas pada merosotnya daya beli masyarakat dikarenakan masyarakat harus membayar lebih untuk mendapat barang yang sama, sehingga mereka harus membeli barang dengan jumlah yang sedikit.

Dalam sistem kapitalisme, penguasa hanya akan melayani kepentingan para pemilik modal, karena peran penguasa sebagai fasilitator dan regulator, bukan sebagai pengurus rakyat (raa’in). Sehingga menempatkan rakyat biasa sebagai target untuk membayar berbagai pungutan negara yang bersifat wajib. Jika pungutan pajak dilakukan secara terus-menerus tanpa memperhatikan kondisi masyarakat, maka akan sangat jelas menyengsarakan masyarakat, terutama rakyat kecil.

Meskipun kenaikan pajak ini hanya diberlakukan dengan selektif bagi barang dan jasa, namun sesungguhnya dampaknya dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.

Berbeda dengan sistem kepemimpinan Islam yang tidak menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan utama negara dan bahkan tidak ada beban wajib pajak bagi masyarakat. Pungutan pajak hanya dilakukan ketika kondisi keuangan negara (kas negara) membutuhkan pemulihan keuangan yang sempat menipis, namun jika kondisi tersebut sudah normal kembali, maka pungutan pajak harus segera dihentikan. Pungutan pajak hanya dikenakan pada individu dan dalam waktu tertentu sesuai dengan dana yang dibutuhkan.

Dalam Islam, sumber pemasukan utama negara terdapat pada harta milik negara, harta milik umum dan harta zakat. Negara bertanggung jawab untuk mengelola harta milik umum berupa sumber daya alam dan tidak menyerahkan pengelolaannya pada pihak swasta dan asing. Potensi kekayaan alam jika dikelola sendiri oleh negara dan mendistribusikan hasilnya kepada rakyat, maka manfaatnya akan dirasakan oleh masyarakat secara menyeluruh dalam bentuk pelayanan terbaik, pemenuhan kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam.

Inilah peran penguasa dalam negara khilafah sebagai raa’in yang meletakkan Islam sebagai dasar aturan dan jauh dari kata zalim. Begitu pula dengan penetapan pungutan pajak yang hanya dibebankan kepada individu-individu tertentu dan dalam kondisi serta waktu yang sementara.

Kewajiban khalifah untuk mengelola sumber daya alam berdasarkan sistem politik dan ekonomi Islam yang hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat berupa fasilitas umum sehingga dapat memudahkan hidup rakyat.

Rasulullah SAW. bersabda : “Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR Muslim).

Wallahualam bishawab.


Share this article via

29 Shares

0 Comment