| 64 Views
Listrik Belum Merata, Dimana Peran Negara ?

Oleh : Lestia Ningsih S.Pd
Listrik adalah kebutuhan bagi hajat masyarakat. maka, kewajiban penyediaan sarana dan prasarana untuk kepentingan rakyat wajib bagi negara untuk mengadakannya. Kewajiban negara dalam hal ini tampaknya tidak serius sebab listrik masih belum merata bisa dirasakan oleh seluruh rakyatnya terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil atau terpelosok.
Direktur jenderal ketenagalistrikan kementerian energi dan sumber daya mineral (ESDM). Jisman P. Hutajulu, mengatakan "Sampai triwulan 1 2024 ditjen ketenagalistrikan telah menetapkan daerah belum berlistrik sebanyak 0,13%, 112 desa/Kelurahan, " katanya, saat ini dihubungi Tirto, Senin (10/6/2024).
Listrik merata bahkan dijanjikan oleh salah satu paslon pilkada di salah satu kota. Namun, suara kampanye yang sama juga pernah terjadi oleh para petinggi yang sebelumnya yang saat ini sudah duduk di kursi panas kekuasaan. Faktanya, hal ini belum juga terealisasi akibat janji tinggal janji namun tidak ada bukti, lalu bagaimana nasib rakyat?
Layanan listrik yang belum merata dan memadai hal ini terjadi karena liberalisasi tata kelola listrik pada sumber energi primer dan layanan listrik. Negara lepas tangan menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya, bahkan justru memalak rakyat dilihat bagaimana penyediaan listrik sebagai hajat hidup ini justru diserahkan kepada korporasi sehingga harga listrik mahal yang cukup membebani rakyat.
Beginilah hidup dalam sistem kapitalisme-sekuler pemisahan agama dari kehidupan yang harus juga memisahkan urusan umat alias politik harus dipisahkan dari agama berikut juga urusan negara yang juga harus dipisahkan. Akibatnya negara menerapkan sistem aturan yang dibuat oleh manusia justru hukum yang dibuat oleh manusia ini menjadi hukum rimba, yang kuat menindas yang lemah, yang berkuasa menindas rakyat biasa, yang kaya menindas yang miskin. Dari sistem busuk inilah lahir para oligarki yang menguasai sumber daya alam dan panggung kekuasaan maka nasib rakyat selanjutnya hanya akan menjadi komoditas bisnis bagi penguasa dan oligarki tanpa mementingkan tanggung jawab dan amanah mereka sebagai penguasa negeri ini.
Tidak sama halnya dengan sistem. Islam listrik adalah kebutuhan banyak orang yang menjadikannya sebagai kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini memiliki arti bahwa tata kelola harus dipegang penuh oleh negara dan hasilnya digunakan secara maksimal oleh rakyat. Hal ini terjadi karena syariat mengharamkan kebutuhan vital orang banyak terutama kaum muslimin dipegang oleh individu apalagi asing.
Rasulullah Saw bersabda:
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Islam tidak hanya memperhatikan masalah perlistrikan, namun air bersih, fasilitas jalan umum bahkan jembatan, peternakan dan kepemilikan umum lainnya merupakan tanggung jawab negara. Sistem Islam akan memperhatikan dengan sangat serius dan hati-hati untuk menjalankan amanahnya menyediakan setiap kebutuhan rakyatnya terutama kebutuhan primer mereka. Bahkan akan dibagikan secara cuma-cuma atau dengan harga yang sangat murah.
Bahkan di dalam Islam diharamkan bagi penguasa ketika mereka menjabat sebagai pemimpin dan pengurus umat untuk melakukan bisnis. Maka, kebutuhan Khalifah dan penguasa lainnya ditanggung oleh negara untuk sekedar memenuhi hajat hidup mereka yang diberikan sebagai santunan bukan gaji. Aturan syariat inilah yang menjadikan penguasa takut akan amanahnya sebab Allah akan meminta pertanggungjawaban setiap kebijakan yang telah ia lakukan untuk rakyatnya. Apakah itu mempersulit atau mempermudah? apakah aturan itu menggunakan aturan syariat Islam atau bukan? Dapat dipastikan bahwa dengan sistem kapitalisme yang diemban oleh negara saat ini tidak akan menjamin atas kebutuhan rakyat justru akan semakin mempersulit rakyat. Akankah kita masih ingin hidup di sistem rusak ini?
Allahu a'lam bishowab