| 6 Views

Kemiskinan Permainan Kapitalisme, Islam Mewujudkan Kesejahteraan Umat

Oleh: Al Juju

Angka kemiskinan menunjukkan penurunan pada awal tahun kendati angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus mengalami kenaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang. Secara persentase, jumlahnya mencapai 8,74 %, menurun 0,1 persen poin terhadap September 2024.

Hingga awal tahun 2025, Indonesia telah menghadapi gelombang besar PHK dengan jumlah pekerja yang terdampak mencapai sekitar 60.000 orang pada dua bulan pertama tahun ini. Data ini diperoleh dari laporan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Perbedaan angka ini muncul karena perbedaan standar. Penghitungan serta rilis angka garis kemiskinan BPS secara nasional per kapita tercatat Rp595.242/bulan. Bank Dunia memiliki tiga pendekatan atau standar garis kemiskinan untuk memantau pengentasan kemiskinan secara global dan membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara, yaitu international poverty line untuk menghitung tingkat kemiskinan ekstrem (US$2,15 per kapita per hari), US$3,65 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income), dan US$6,85 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income).

Dengan menelaah secara mendalam dan menganalisis berbagai problem multidimensi tersebut, ditemukan bahwa akar masalahnya adalah diterapkan sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Akibatnya, agama Islam hanya boleh mengatur urusan ibadah. Islam tidak boleh mengatur urusan kehidupan dan dunia, seperti pemerintahan, ekonomi, moneter, politik, sosial, dan budaya. Pembuatan peraturan urusan kehidupan dan dunia diserahkan kepada manusia. Pemberian wewenang kepada manusia untuk membuat peraturan inilah yang menyebabkan krisis berkepanjangan.

Kesengsaraan dan penderitaan makin lengkap saat sekularisme berkolaborasi dengan kapitalisme, yaitu ideologi yang menjadikan kekayaan SDA dan SDM, serta kekuasaan pemerintahan, dimiliki oleh pemilik modal. Kapitalisme menciptakan kemiskinan akut, kesenjangan sosial yang lebar, merampas tanah rakyat, menjadikan jutaan pengangguran, dan menyebabkan jutaan penduduk tidak memiliki rumah.

Jelas, ini menunjukkan bahwa kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di Indonesia bersifat struktural.

Di sisi lain, negara yang seharusnya melayani rakyat, sering abai dalam menyediakan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Hal ini menciptakan kesenjangan ekonomi yang sangat parah.

Salah satu prinsip fundamental dalam sistem ekonomi Islam adalah keadilan (al-‘adl). Keadilan dalam Islam bukan hanya bersifat moral, melainkan merupakan pilar dalam setiap aktivitas ekonomi.

Oleh karena itu, untuk menciptakan keadilan ekonomi, mekanisme distribusi kekayaan menjadi pusat perhatian. Islam menolak sistem yang membuat harta beredar hanya di sekelompok orang kaya (QS Al-Hasyr [59]:7). Islam menekankan pentingnya sirkulasi kekayaan secara merata dalam masyarakat.

Dalam praktiknya, pemerataan kekayaan di tengah masyarakat membutuhkan peran negara. Dalam Islam, negara bukanlah aktor pasif atau sekadar regulator seperti dalam sistem kapitalisme. Negara bertanggung jawab penuh untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu (pangan, sandang, dan papan, juga pendidikan dan kesehatan).

Negara Islam (Khilafah) wajib mengelola sumber daya publik demi kesejahteraan rakyat dan mencegah pemusatan kekayaan di tangan segelintir individu atau korporasi.

Negara tidak hanya bertindak sebagai regulator, tetapi juga sebagai fasilitator aktif dalam pembangunan sektor-sektor strategis, seperti pertanian, perdagangan, dan industri. Keterlibatan negara dalam sektor-sektor ini menjadi sangat penting.

Dalam hal mengentaskan kemiskinan, Islam memiliki sejumlah mekanisme. Di antara nya pengaturan kepemilikan yang adil. Islam mengatur kepemilikan harta untuk mencegah penumpukan kekayaan pada segelintir orang.

Oleh karena itu, dalam sistem Islam, sumber daya alam (SDA), seperti minyak, gas, tambang, dan mineral adalah milik umum (al-milkiyyah al-‘aammah) yang wajib dikelola hanya oleh negara untuk rakyat. SDA haram dikuasai oleh individu atau korporasi. Namun, sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini telah memperlihatkan sisi gelapnya melalui praktik eksploitasi ekonomi yang terjadi akibat liberalisasi pasar dan privatisasi SDA.

Dalam sistem kapitalisme, kepemilikan dan pengelolaan aset-aset strategis, seperti minyak, gas, air, dan hutan diserahkan kepada individu atau korporasi. Akibatnya yang terjadi adalah akumulasi kekayaan di tangan segelintir orang, sementara masyarakat luas justru kehilangan akses terhadap hak-hak ekonominya. Ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang menempatkan sumber daya strategis sebagai milik umum.

Menegaskan bahwa negara berkewajiban mengelola dan mendistribusikan hasil dari sumber daya tersebut demi kemaslahatan umat. Prinsip kepemilikan umum ini bertujuan mencegah eksploitasi, serta menjamin distribusi kekayaan yang lebih adil dan merata.

Di sisi lain, agar setiap orang yang wajib bekerja bisa mendapatkan pekerjaan, maka negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi mereka. Negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi warganya melalui kebijakan ekonomi berorientasi sektor riil, seperti perdagangan, pertanian, dan industri.

Jaminan kebutuhan dasar oleh negara, negara dalam Islam wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat (pangan, sandang, dan papan). Negara juga wajib menyelenggarakan pendidikan dan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma bagi warganya. Ini karena pemimpin negara (imam/khalifah) dalam Islam bertanggung jawab penuh atas urusan warga negaranya

Semua mekanisme ini hanya mungkin dilakukan jika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Inilah yang seharusnya diwujudkan, khususnya di negeri ini.

Wallahu a'lam bishshawab.


Share this article via

0 Shares

0 Comment