| 11 Views

Kebijakan Blokir Rekening Oleh PPATK, Nyeleneh dan Arogan

Oleh : Haryani, S.Pd.I
Pendidik di Kota Bogor

Langkah gegabah yang dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening pasif (dormant) dalam upaya mencegah kejahatan keuangan pada akhir Juli kemarin sangat disayangkan, bukan hanya karena membuat rakyat kaget dan marah, namun kebijakannya yang "nyeleneh" bisa membahayakan stabilitas keuangan negara Indonesia. PPATK tidak melihat alasan dari masyarakat menyimpan uang tersebut direkening pasif, seharusnya sebelum bertindak, dikaji dulu apakah langkah tersebut sudah sesuai aturan atau malah bertentangan dengan Undang-Undang?

Hal ini sejalan dengan anggota Komisi XI DPR RI Melchias Marcus Mekeng yang menyatakan mengaku tidak setuju dengan langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening pasif (dormant) dalam upaya mencegah kejahatan keuangan. Dia mengatakan, bahwa upaya PPATK itu sama saja dengan mengatur penggunaan uang pribadi orang.

Menurut Mekeng, PPATK harus memiliki landasan hukum yang kuat untuk melakukan kebijakan itu. (REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA,  Selasa, 29 Juli 2025).

Apapun alasan yang diungkapkan oleh PPATK sangatlah tidak dibenarkan, dan ini menunjukkan sikap arogansi sebuah institusi negara yang sudah kelewatan, karena hal itu sudah menyangkut hak privasi seseorang, apalagi sebelumnya tidak ada pemberitahuan sama sekali dari pihak PPATK kepada masyarakat. Sekaliber instansi negara sudah tidak mengindahkan aturan prosedural, jadi bagaimana rakyat akan menghormati kebijakan-kebijakan pemerintah, jika pemerintahpun tidak menghargai privasi rakyatnya.

Dalam negara yang berasaskan sistem Demokrasi kebijakan-kebijakan yang tidak memihak rakyat tentu bukan sekali ini saja dilakukan, banyak kebijakan yang merugikan rakyat dan rakyat dipaksa untuk tunduk dan patuh dengan kebijakannya yang tidak adil. Negara ini tidak lagi memihak kepada rakyatnya, demi keuntungan pribadi dan partai pengusungnya, kerap kali rakyat dijadikan "tumbal" keserakahan oknum pejabat-pejabat yang korup.

Sistem Kapitalisme Sekuler melegalkan pelanggaran terhadap kepemilikan pribadi, termasuk pemblokiran rekening yang baru-baru ini terjadi tanpa bukti hukum yang sah. Ini bertentangan dengan Islam yang melindungi hak kepemilikan secara mutlak. Sistem Kapitalisme Sekularisme menjadikan negara sebagai alat penekan rakyat, bahkan bisa memeras dan merampas harta tanpa hak. Negara seakan mencari berbagai celah dari rakyatnya yang berpotensi untuk diambil keuntungannya. 

Pemblokiran tanpa proses hukum melanggar prinsip al-bara'ah al-asliyah (praduga tak bersalah). Dalam Islam, seseorang dianggap bebas tanggung jawab hukum sampai terbukti dengan jelas. Dalam Islam, negara tidak memiliki kewenangan untuk merampas atau membekukan harta warga secara sewenang-wenang. Dalam Islam, kepemilikan individu diakui dan diatur dengan prinsip-prinsip syariah. Kepemilikan individu adalah hak seseorang untuk memiliki, menguasai, dan memanfaatkan harta benda secara pribadi. Islam tidak hanya mengakui hak kepemilikan ini, tetapi juga mendorong individu untuk berusaha mencari harta kekayaan secara halal. Begitupun dengan investasi berupa uang, asalkan ada tujuan peruntukannya maka Islam menjaga harta kaum muslimin dengan tegas.

Dalam Negara Khilafah justru menjadi raa'in (pemelihara) yang akan menjamin distribusi kekayaan dan keadilan. Islam menekankan prinsip amanah dan keadilan bagi setiap pemegang kekuasaan serta menetapkan sistem hukum yang transparan dan sesuai dengan syariat. Negara Khilafah menerapkan syariat Islam secara kaffah (komprehensif) sehingga jelas batas antara yang haq dan yang bathil. Hal ini melahirkan ketenteraman hidup di dunia dan keselamatan di akhirat. Sebagaimana hadits Nabi SAW:
"Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari). 

Wallahu'alam


Share this article via

0 Shares

0 Comment