| 151 Views
Guru Berdaya, Indonesia Jaya?

Oleh : Wahyuni M
Aliansi Penulis Rindu Islam
Hari Guru yang diperingati setiap 25 November menjadi momen refleksi bagi semua pihak terkait dunia pendidikan. Salah satu hal yang sering menjadi perbincangan adalah bagaimana hubungan antara guru dan murid, serta bagaimana kompleksitasnya memengaruhi kualitas siswa. Dalam konteks ini, kualitas pendidikan tidak hanya diukur dari pencapaian akademis, namun juga dari proses pembelajaran yang terjadi di ruang kelas dan dampaknya terhadap perkembangan karakter serta keterampilan siswa.
Kemendikdasmen perayaan Hari Guru Nasional 2024 mengusung tema bertajuk “Guru Berdaya, Indonesia Jaya”. Tema tersebut dipilih untuk menjadi dukungan dan apresiasi pada seluruh guru yang ada di Indonesia.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi guru adalah keterbatasan sumber daya dan beban kerja yang semakin berat. Dalam sistem pendidikan yang ideal, guru seharusnya dapat fokus pada pembelajaran yang berkualitas dan mengembangkan metode yang inovatif. Namun, banyak guru yang terkendala dengan jumlah siswa yang terlalu banyak dalam satu kelas, kurangnya fasilitas pendidikan yang memadai, dan keterbatasan waktu untuk mendalami materi atau memberikan perhatian lebih kepada setiap siswa. Beban administratif dan tuntutan untuk mengikuti berbagai program pelatihan juga kerap menjadi hambatan. Hal ini pada akhirnya berpotensi mengurangi kualitas pengajaran yang diberikan.
Persoalan lain yang tak kalah penting adalah dinamika emosional yang terjadi dalam hubungan guru dan murid. Guru sebagai figur otoritas harus bisa menjaga kedekatan dengan siswa agar tercipta kepercayaan dan suasana belajar yang nyaman. Namun, tantangan yang muncul adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara otoritas dan kedekatan emosional tersebut. Kegagalan dalam membangun hubungan yang sehat dapat berakibat pada menurunnya motivasi belajar siswa.
Di sisi lain, guru hari ini juga banyak yang melakukan perbuatan kontraproduktif terhadap profesinya. Diantaranya guru menjadi pelaku bullying, kekerasan fisik dan seksual, hingga terlibat judol. Guru menjadi korban sistem rusak. Kondisi ini tentu akan berpengaruh pada pelaksanaan tugasnya mendidik generasi.
Dalam merayakan Hari Guru, perlu juga mempertimbangkan solusi untuk menghadapi tantangan yang ada. Guru memiliki posisi penting dalam sistem pendidikan. Fakta lain menunjukkan banyak persoalan yang terjadi pada guru. Mulai dari gaji tidak layak, guru hanya dianggap sebagai pekerja hingga maraknya kriminalisasi guru yang menunjukkan guru tidak memiliki jaminan perlindungan.
Bagaimanapun, guru adalah korban sistem rusak kapitalisme. Profesi mereka tidak sebombastis slogan-slogan dunia pendidikan. Gaji mereka minim, kesejahteraan tidak terjamin seutuhnya, belum lagi nasib guru honorer masih belum mengalami perbaikan signifikan. Kondisi ini makin buruk dengan adanya ancaman kriminalisasi dari para orang tua murid.
Meski guru memiliki peran yang sangat berjasa, penghargaan terhadap profesi ini sering kali tidak diimbangi dengan kesejahteraan finansial. Banyak guru, terutama di daerah terpencil atau yang berstatus honorer, menghadapi kekurangan ekonomi yang tidak sepadan dengan jasanya. Alih-alih berdaya dan sejahtera, para guru makin lama malah makin terdesak oleh kondisi yang ada.
Islam menghormati ilmu dan pembawanya, diantaranya adalah guru dan memberikan jaminan perlindungan terhadapnya serta peningkatan kualitas ilmunya. Islam juga memiliki mekanisme yang tertib dan teratur dalam memperlakukan guru karena guru adalah salah satu pihak yang berjasa dalam sistem pendidikan. Diantaranya memberikan gaji yang besar, memberikan jaminan keamanan ketika melaksanakan tugas.
Islam memandang ilmu dan pendidikan sebagai perkara yang sangat vital. Pendidikan memiliki peran strategis yang tidak bisa diukur hanya dari dimensi keuntungan materi. Oleh karenanya negara akan menyelenggarakan pendidikan dengan segenap kemampuan. Berapa pun biayanya akan diupayakan pemenuhannya oleh negara.
Guru mengemban amanah agung. Guru adalah cahaya di tengah gelapnya kehidupan ketika tanpa ilmu. Rasulullah saw. adalah seorang guru. Allah Taala berfirman, “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah (As-Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 151).
Dalam Islam guru bukan sekadar pengajar, tetapi juga pendidik generasi umat Islam. Corak peradaban Islam ditentukan oleh para guru. Oleh karenanya, para guru haruslah orang-orang yang bertakwa, berakhlak mulia, memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni, disiplin, profesional, dan memiliki kemampuan mendidik. Negara akan menguji para calon guru sebelum mereka dinyatakan layak mengajar.
Semua pihak yang terkait dengan pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, dan negara bekerja sama dengan baik. Ketiganya menjalankan peran masing-masing dengan optimal dan bersinergi mencetak output pendidikan sesuai harapan Islam. Negara mendukung peran guru bukan hanya pada aspek ekonomi, tetapi juga penerapan sistem pergaulan, informasi, media massa, dan lain-lain. Dengan demikian, tidak akan ada kasus orang tua yang lepas tangan terhadap pendidikan anak dan menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah/guru, kemudian ketika ada masalah justru menyalahkan guru.
Mekanisme ini akan mewujudkan profil guru sebagai pendidik generasi umat Islam. Sebagai hasilnya, umat Islam akan menjadi pemimpin dalam ketinggian ilmu pengetahuan dan kemuliaan akhlak.